Fakta 4 Gadis Belia Dijual Murah via Aplikasi, Ngaku Tanpa Paksaan Gegara Terdesak Kebutuhan Ekonomi
Empat gadis belia, yakni AS (16), FA (16), NA (17), SAR (18) menjadi korban prostitusi via aplikasi di apartemen kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara
TRIBUNJAKARTA.COM - Empat gadis belia, yakni AS (16), FA (16), NA (17), SAR (18) menjadi korban prostitusi via aplikasi di apartemen kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Praktik prostitusi ini pun akhirnya terbongkar oleh polisi dan tujuh orang yang memperdagangkan empat gadis belia tersebut pada Sabtu (25/1/2025) lalu.
Awal Mula Terbongkar
Kapolsek Kelapa Gading Kompol Seto Handoko Putra mengatakan, pengungkapan kasus ini dilakukan setelah polisi melakukan patroli siber dan mendapati adanya praktik prostitusi yang ketika ditelusuri ternyata berlokasi di sebuah apartemen di wilayah Kelapa Gading.
"Yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 25 Januari tahun 2025 sekitar jam 20.30 WIB bertempat di apartemen wilayah Kelapa Gading. Jadi ada 2 TKP yang didatangi oleh anggota Polsek Kelapa Gading," ucap Seto dalam konferensi pers di Mapolsek Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (3/2/2025).
Ketujuh tersangka masing-masing ialah FA (17), AP (20), AF (15), HP (21), RA (15), AF (19), dan MA (15), membuat dua grup WhatsApp yang fungsinya untuk saling berkoordinasi.
"Mereka buat grup, yaitu grup bernama 'Family Mart' dan grup bernama 'Tiktok' di WhatsApp sebagai ajang untuk berkoordinasi antara sesama," sambungnya.
Pengkuan Korban
Setelah ditelusuri, rupanya sindikat ini sudah berjalan selama tiga bulan.
Dari sini diketahui jika korban yang diperdagangkan mengaku tidak mendapatkan paksaan dari para tersangka untuk menjual diri mereka, melainkan secara sukarela menjajakan dirinya karena terhimpit kebutuhan ekonomi.
"Hubungan (antara tersangka dan korban) memang sebatas teman, kemudian mungkin karena adanya kebutuhan ekonomi sehingga punya kesepakatan di antara mereka untuk melakukan praktik seperti ini," ungkap Kanit Reskrim Polsek Kelapa Gading AKP Kiki Tanlim.

Pendapatan Korban
Sekalipun begitu, korban rupanya hanya menerima upah sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu untuk sekali 'main'.
Adapun para tersangka menjual keempat korban dengan tarif Rp 250 ribu sampai Rp 500 ribu kepada pelanggan.
"Modus yang digunakan oleh para tersangka ini dengan menggunakan aplikasi. Aplikasi tersebut dibagi tugasnya, peranan para tersangka ini ada yang mencari tamu atau mencari pelanggan," papar Kiki.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.