Kisah di Balik Dedi Mulyadi Nangis Saat Tinjau Puncak Bogor: Gunung Itu Sakral
Kisah di balik Dedi Mulyadi menangis saat meninjau tempat wisata di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor pada Kamis (6/3/2025).
Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan wartawan TribunJakarta.com Yusuf Bachtiar
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI SELATAN - Alih fungsi lahan demi kepentingan komersial jadi alasan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menangis saat meninjau tempat wisata di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor pada Kamis (6/3/2025).
Dijumpai di sela rapat koordinasi di Kantor Wali Kota Bekasi, Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kecamatan Bekasi Selatan, Dedi mengatakan, gunung merupakan sesuatu yang sakral.
"Sebagai orang Sunda, orang Jawa juga sama, yang ngerti ajaran leluhur, karena bagi orang Sunda dan orang Jawa, gunung itu sesuatu yang sakral, gunung itu sesuatu yang dihormati," kata Dedi di Bekasi, Jumat (7/3/2025).
Gunung merupakan sumber kehidupan, melahirkan sumber mata air yang dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Simbol leluhur telah lama menghormati gunung tercermin dari budaya tumpengan, biasa disajikan dalam kegiatan orang Sunda maupun Jawa.
"Lambang ritualitasnya itu tumpeng. Tumpeng itu mancit ke atas. Mata ke atas, satu itu tunggal. Kemudian ke bawahnya banyak makanan," ucapnya.
"Dari titik yang satu di gunung itu melahirkan bagaimana proses ekologi yang melahirkan produksi. Jadi saya ini termasuk orang yang begitu menghormati gunung," tambahnya
Ketika dia meninjau lokasi wisata di Cisarua Kabupaten Bogor yang membabat gunung, dia merasa sedih karena sesuatu yang dihormati malah dirusak.
"Begitu menghormati gunung, sehingga ketika gunung itu orang seenaknya, demi kepentingan komersial membelah hutannya, hanya untuk kesenangan-kesenangan dan duit, saya nangis," tuturnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.