DPR Ungkap 3 Pasal Revisi UU TNI, YLBHI Sebutkan Masalahnya: Perwira Non-job hingga Supremasi Sipil
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan, hanya ada tiga pasal UU TNI yang direvisi.
TRIBUNJAKARTA.COM - Setelah rapat panitia kerja (panja) revisi Undang-Undang (UU) TNI yang digelar tertutup di hotel bintang lima, DPR mengungkap pasal-pasal yang akan diubah.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan, hanya ada tiga pasal yang direvisi.
Di sisi lain, perubahan pasal yang dimaksud sudah diprediksi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, membeberkan masalah dari pasal yang direvisi tersebut.
3 Pasal Direvisi
Mengutip Kompas.com, Dasco menjelaskan, pembahasan revisi UU TNI hanya mencakup 3 pasal, yakni Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47.
Dalam Pasal 3, kata Dasco, tidak ada perubahan di ayat (1) yang menyebut pengerahan kekuatan militer TNI di bawah presiden.
Di Pasal 3 ayat (2) disebutkan bahwa kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategi TNI berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.
"Ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (17/3/2025).
Kemudian, Pasal 53 mengatur soal usia pensiun TNI. Ada kenaikan batas usia pensiun antara 55 tahun sampai dengan 62 tahun.
Rinciannya, bintara dan tamtama pensiun pada usia 55 tahun, perwira dengan pangkat kolonel pensiun paling tinggi pada usia 58 tahun.
Lalu, perwira tinggi (pati) bintang 1 pensiun pada usia 60 tahun, pati bintang 2 pensiun pada usia 61 tahun, dan pati bintang 3 pensiun pada usia 62 tahun.
Selanjutnya, Pasal 47 merevisi ketentuan prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sipil.
"Pada saat ini, sebelum direvisi, ada 10, kemudian ada penambahan karena di masing-masing institusi di Undang-Undangnya dicantumkan," ujar Dasco.
Dilihat dalam draf, Pasal 47 ayat (1) menyebutkan TNI dapat menduduki jabatan di 15 instansi kementerian/lembaga sipil.
Pasal itu menyebutkan prajurit dapat menduduki jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara.
Kemudian, bidang pertahanan negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN), kesekretariatan negara yang menangani Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden, serta bidang intelijen negara, siber dan/atau sandi negara, lembaga ketahanan nasional, search and rescue (SAR) nasional, narkotika nasional, pengelola perbatasan, kelautan, dan perikanan.
Prajurit juga bisa menduduki posisi instansi bidang penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
"Pada pasal 47 ayat 2, selain menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang tadi saya sudah terangkan, prajurit dapat menduduki jabatan sipil lainnya setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif ke prajuritan," tambah Dasco.
Masalahnya
Di sisi lain, YLBHI menilai revisi UU TNI akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI.
"YLBHI dengan tegas menolak revisi UU TNI yang akan melegitimasi praktik dwifungsi ABRI dan membawa Indonesia ke rezim Neo Orde Baru," kata Ketua YLBHI, Muhammad Isnur dalam keterangan tertulis, Minggu (16/3/2025), dikutip dari Tribunnews.
YLBHI menilai revisi ini bertentangan dengan agenda reformasi yang menegaskan TNI harus tetap profesional sebagai alat pertahanan negara, bukan terlibat dalam urusan politik, ekonomi, dan hukum.
Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menilai perpanjangan usia pensiun seperti pada pasal yang direvisi, akan
menambah jumlah perwira non-job, yang dalam praktiknya sering kali dimobilisasi ke lembaga negara dan BUMN.
Akibatnya, profesionalitas dan efektivitas lembaga-lembaga tersebut terganggu.
Isnur menjelaskan, Ombudsman mencatat pada tahun 2020 terdapat 564 komisaris BUMN yang terindikasi rangkap jabatan.
Di antaranya 27 anggota TNI aktif dan 13 anggota Polri aktif. Tren ini berlanjut dengan penunjukan Mayjen Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Bulog serta perwira aktif lainnya di PT PINDAD, PTDI, dan PT PAL, yang bertentangan dengan UU TNI No. 34 Tahun 2004.
Selain itu, terkait pasal penambahan jabatan sipil untuk prajurit TNI dinilai sebagai meluasnya peran TNI di luar tugas pertahanan.
Hal itu dianggap berisiko menghidupkan kembali dwifungsi ABRI dan melemahkan supremasi sipil.
"Hal ini sangat beresiko, mengingat tidak adanya mekanisme pengawasan dalam peradilan militer TNI terhadap kewenangan tersebut."
"Jika terlibat tindak pidana umum, pelanggaran HAM, termasuk korupsi yang dilakukan anggota TNI akan diserahkan yurisdiksi ke pengadilan militer, padahal semestinya harus diadili melalui pengadilan umum," ujar Isnur.
Isnur memaparkan, revisi UU memberi wewenang bagi TNI untuk mengisi posisi strategis di Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan Negara. Ini membuka peluang intervensi militer dalam politik domestik dengan alasan menjaga stabilitas keamanan.
Langkah ini bertentangan dengan TAP MPR No. VII Tahun 2000 yang mengamanatkan TNI agar bersikap netral dalam politik dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Sebagai alat negara, TNI seharusnya mendukung demokrasi, menjunjung tinggi hukum, dan menghormati hak asasi manusia, bukan mengambil peran dalam pemerintahan sipil.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Ketum YLBHI Sebut Sahroni hingga Uya Kuya Dikorbankan, Presiden Prabowo Gagal Pahami Persoalan |
![]() |
---|
Dasco dan Sugiono Bicara soal Bupati Pati: Tak Pasang Badan hingga Sebut Hak Angket Pemakzulan Tepat |
![]() |
---|
Makan Siang Gratis Gibran-Dasco? Simak Analisis Motif Politik 3 Presiden di Baliknya |
![]() |
---|
3 Menu di Meja Makan Gibran dan Dasco, Pengamat Baca Segitiga Hubungan Prabowo-Megawati-Jokowi |
![]() |
---|
Syahganda Nainggolan Bocorkan Obrolan dengan Dasco, Sejumlah Nama Disebut Masuk Amnesti Jilid 2 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.