KEJAGUNG Temukan 'Harta Karun' Mewah di Kasus Suap Ekspor CPO, Nasib 3 Hakim Ini Menyusul Diciduk

Pengungkapan kasus terbaru Kejagung berhasil membongkar tindak pidana korupsi terkait vonis lepas atau onslag terdakwa korporasi CPO.

Editor: Wahyu Septiana
Fahmi Ramadhan/Tribunnews.com
3 HAKIM TERSANGKA - Konferensi pers Kejaksaan Agung terkait kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terdakwa korporasi ekspor CPO, Senin (14/4/2025). Dalam kasus ini Kejagung menetapkan tiga Hakim PN Jakpus sebagai tersangka. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Pengungkapan kasus terbaru Kejaksaan Agung (Kejagung) RI berhasil membongkar tindak pidana korupsi terkait vonis lepas atau onslag terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO). 

Dalam kasus ini, Kejagung lebih dulu mengumumkan empat orang tersangka.

Sosok itu adalah Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ia diamankan bersama tiga rekan lainnya.

Tiga tersangka lainnya adalah WG merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, serta MS dan AR yang berprofesi sebagai advokat.

Kemudian yang terbaru, tiga nama hakim ini menyusul diamankan Kejagung dalam kasus yang sama.

Ketiga tersangka itu adalah Ketua Majelis Hakim Djuyamto (DJU), hakim anggota Agam Syarif Baharudin (ASB), serta Ali Muhtarom (AM) sebagai hakim AdHoc.  

Dalam pengungkapan terbarunya, Kejagung bak menemukan harta karun alias harta benda yang didapat dengan cara tidak sah.

Sejumlah barang bukti uang dan barang mewah berhasil diamankan dari orang-orang yang ditangkap.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar menyampaikan daftar barang bukti yang disita pada Senin (14/4/2025) dini hari.

Pihak Kejagung sudah melakukan penggeledahan di tiga tempat tiga provinsi, di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.

"Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag dan menjadi nyata ketika pada 19 Maret 2025, perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim," ungkapnya.

Berikut barang bukti yang didapat selama penggeledahan:

- Uang 40 lembar mata uang dolar Singapura pecahan 1.000 (disita dari rumah Muhammad Arif Nuryanta)

- 125 lembar mata uang dolar AS pecahan 100 (disita dari rumah Muhammad Arif Nuryanta)

- 10 lembar dolar Singapura pecahan 100 (disita dari rumah Ariyanto Bakri)

- 74 lembar dolar Singapura dengan pecahan 50 (disita dari rumah Ariyanto Bakri)

- 3 unit mobil yang terdiri dari satu mobil merek Toyota Land Cruiser dan dua unit mobil merek Land Rover (disita dari rumah Ariyanto Bakri)

- 21 unit sepeda motor (disita dari rumah Ariyanto Bakri)

- 7 sepeda (disita dari rumah Ariyanto Bakri)

- Uang senilai 360 ribu US Dolar atau kalau dirupiahkan setara Rp 5,9 miliar

- Uang sebesar 4.700 dolar Singapura (disita dari rumah tersangka Marcella)

- Uang rupiah dengan nilai total Rp 616.230.000 (disita dari rumah ASB)

Tiga hakim tersebut diduga menerima uang agar perkara yang dimaksud diputus onslag.

"Ketiga hakim tersebut mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus onslag dan menjadi nyata ketika pada 19 Maret 2025, perkara korporasi minyak goreng telah diputus onslag oleh majelis hakim," ungkapnya.

Abdul Qohar menjelaskan, perkara ini bermula ada kesepakatan antara Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi minyak goreng, dengan Wahyu Gunawan seorang panitera untuk mengurus perkara korupsi dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebsar Rp 20 miliar.

"Selanjutnya kesepakatan tersebut disampaikan Wahyu Gunawan kepada Muhamamd Arif Nuryanto agar perkara tersebut diputus onslag dan Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag, namun dengan meminta uang Rp 20 miliar tersebut dikalikan tiga, sehingga nilainya Rp 60 miliar," jelasnya.

Kemudian Wahyu Gunawan menyampaikan informasi tersebut kepada Ariyanto Bakri agar menyiapkan uang Rp 60 miliar dan Ariyanto Bakri menyetujui permintaan tersebut.

Kemudian setelah disampaikan beberapa waktu kemudian Ariyanto Bakri menyerahkan uang sebesar Rp 60 miliar dalam bentuk dolar AS kepada Wahyu Gunawan.

"Kemudian oleh Wahyu Gunawan uang sejumlah Rp 60 miliar diserahkan kepada Muhammad Arif Nuryanto dan pada saat itu Wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanto sebesar 50 ribu US dolar sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanto, jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian," jelasnya.

Setelah uang diterima, MAN -yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus- menunjuk majelis hakim yang terdiri dari DJU sebagai ketua majelis, kemudian AM (hakim ad hoc), dan ASB (anggota majelis).

"Setelah terbit surat penetapan sidang, MAN memanggil DJU dan ASB, lalu MAN memberikan uang dolar bila kurskan ke dalam rupiah senilai Rp 4,5 miliar. Di mana uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan MAN menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi."

"Kemudian setelah menerima uang, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag kemudian setelah keluar dari ruangan, uang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu ASB sendiri, AM, dan DJU dalam persidangan perkara dimaksud," ungkapnya.

Kemudian antara bulan September atau Oktober 2024, MAN menyerahkan kembali uang dolar AS bila dikurs rupiah senilai Rp 18 miliar kepada DJU yang kemudian oleh DJU uang tersebut dibagi tiga, yaitu untuk DJU, ASB, dan AL.

Diketahui dalam kasus suap ini sudah ada empat orang tersangka.

Yaitu Muhammad Arif Nuryanta, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lalu Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri selaku pengacara, serta panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

(TribunJakarta/Tribunnews)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved