Pramono Minggir Dulu, Pengamat Akui Dedi Mulyadi Pindahkan Kiblat Politik dari Jakarta ke Jawa Barat

Dedi Mulyadi diakui telah memindahkan kiblat politik nasional dari Jakarta ke Jawa Barat.

TribunBekasi.com/Muhammad Azzam/TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci
KIBLAT POLITIK - Kolase foto Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Dedi dinilai telah memindahkan kiblat politik dari Jakarta ke Jawa Barat. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Dedi Mulyadi diakui telah memindahkan kiblat politik nasional dari Jakarta ke Jawa Barat.

Pesona sang Gubernur Jawa Barat dengan segala kebijakan dan viralitasnya menyedot perhatian masyarakat luas.

Perlahan, Jakarta kehilangan panggungnya. Pamor gubernur ibu kota, Pramono Anung pun tak lagi jadi atensi utama.

Hal itu merupakan analisis pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, yang disampaikan melalui channel Youtubenya (@adiprayitnoofficial), tayang Jumat (23/5/2025).

Adi memaparkan, sebelum Pilkada serentak 2024, Jakarta adalah kiblat politik Indonesia.

menjadi pusat sorotan media, kursi Jakarta 1 dianggap anak tangga menuju kontestasi politik di level presiden.

Jokowi hingga Anies Baswedan, adalah dua contoh Gubernur Jakarta yang maju Pilpres.

Jokowi bahkan sukses memenangkannya, dan menjadi Presiden RI dua periode (2014-2024).

Namun, kisah sukses Jakarta itu mulai pudar, terhapus ketenaran Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

"Harus kita akui ketika Pilkada serentak dilaksanakan secara nasional di seluruh Indonesia di 545 kabupaten kota dan provinsi secara perlahan kiblat politik itu bukan di Jakarta lagi."

"Ini secara perlahan kiblat politik itu mengarah ke Jawa Barat. Kenapa mengarah ke Jawa Barat ya tentu tidak terlepas dari gubernur yang ada di Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi," kata Adi.

Adi mengatakan, kekuatan Dedi Mulyadi ada pada kebijakannya yang tidak biasa dan hampir selalu menjadi pergunjingan.

"Memang Dedi Mulyadi itu membuat manuver-manuver politik yang cenderung tidak biasa artinya apa yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi ini kan selalu membetot perhatian karena dinilai memberikan satu sentuhan yang baru, terobosan-terobosan yang tidak biasa, tentu sebagai upaya bagaimana menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini tidak pernah selesai," ujarnya.

Adi menyebut, salah satu program yang menjadi sorotan adalah pembentukan satgas antipremanisme.

Kebijakan Dedi Mulyadi itupun kini meluas hingga diamini pemerintah pusat dan dijalankan secara nasional.

Yang paling ramai adalah program pembinaan siswa nakal di barak militer.

Adi melihat masyarakat luas merespons program dengan pendekatan militeristik itu, kendati ada pro dan kontra.

"Nyatanya pengakuan dari sejumlah siswa yang dikirim ke barak mereka berubah secara total tak lagi nakal dan tidak lagi ugal-ugalan."

"Sekalipun memang ada perdebatan barak itu bukan jawaban dari segala-galanya tapi ini adalah satu eksperimen yang saya kira sudah membetot perhatian dan menjadi diskursus publik."

"Bahkan di berbagai tempat banyak pihak yang ingin melakukan apa yang sudah dilakukan oleh Dedi Mulyadi," paparnya.

Adi juga menyinggung kebijakan pelarangan minta sumbangan di pinggir jalan dan pelarangan acara wisuda untuk SD hingga SMA.

"Dedi Mulyadi juga misalnya melarang untuk meminta sumbangan di jalan terutama sumbangan untuk mendirikan tempat ibadah dan seterusnya termasuk juga melarang wisuda untuk anak SD dan sampai anak SMA misalnya itu adalah kebijakan-kebijakan yang menurut saya dalam banyak hal selalu menjadi pergunjingan," jelasnya.

Seluruh program Dedi Mulyadi itu disiarkan di media sosialnya yang memiliki puluhan juta pengikut di sejumlah platform.

Sementara, Gubernur Jakarta, Pramono Anung, kalah jauh dalam hal menyiarkan programnya di media sosial.

"Dalam konteks itulah kemudian orang kemudian tak lagi bicara tentang Jakarta, orang tak lagi bicara tentang siapa Gubernur Jakarta," kata Adi.

Menurut Adi, program Pramono Anung tidak kalah dari Dedi Mulyadi, hanya saja tidak disiarkan secara masif di media sosial.

"Tapi karena resonansi tapi karena exposure Gubernur Jakarta tidak semasif dan tidak seagresif yang dilakukan oleh Dedi Mulyadi."

"Wajar kalau kemudian secara perlahan per hari ini satu-satunya kepala daerah yang selalu menjadi pergunjingan tak ada hari tanpa Kang Dedi Mulyadi," pungkasnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved