Sindiran Menohok Rocky Gerung Samakan Dedi Mulyadi dengan Jokowi, Respons Tak Terduga Dibalas KDM
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menanggapi kritik pedas dari pengamat politik Rocky Gerung yang menyebut visinya sebagai pemimpin daerah dangkal.
TRIBUNJAKARTA.COM - Baru diberikan sindiran keras oleh pengamat Rocky Gerung, kini Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan jawaban berkelas.
Kang Dedi Mulyadi alias KDM tak mempedulikan kritikan keras yang terus datang kepadanya, termasuk dari Rocky Gerung.
Ia lebih memilih fokus menjalankan kebijakan serta memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Kini setelah diberi komentar negatif, Dedi Mulyadi memberikan jawaban santai hingga memberikan sindiran balik yang menohok kepada Rocky Gerung.
KDM menyinggung pemikiran dangkal tapi mampu memberikan pengaruh besar bagi masyarakat luas.
Dibanding mengaku-ngaku punya pemikiran hebat tapi menjatuhkan orang lain.
"Saya memilih menjadi orang yang berpikiran dangkal namun melahirkan hamparan tanaman," ujar Dedi Mulyadi dikutip dari Instagram @dedimulyadi71.
"Daripada orang yang mengakui pikirannya dalam malah membuat banyak orang tenggelam," lanjutnya.

Di tengah suasana pagi yang asri, Dedi menegaskan sikapnya dalam menghadapi kritik.
"Pagi semuanya, kita hadapi berbagai kritik dengan senyuman. Salam sehat bahagia selalu. Dengan melangkah, hidup akan menjadi berkah," imbuhnya.
Sebelumnya, Rocky Gerung melontarkan kritik tajam terhadap gaya kepemimpinan Dedi Mulyadi yang dinilai hanya menjual penampilan visual, bukan visi yang mendalam.
Ia bahkan menyandingkan Dedi Mulyadi dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

"Jadi kita lagi menonton orang jualan komoditas yang namanya penampilan. Visualisasi, bukan visi," ujar Rocky.
Mengutip teori Guy Debord dalam buku The Society of the Spectacle (1967), Rocky menjelaskan masyarakat saat ini lebih suka mengonsumsi penampilan dangkal dibandingkan gagasan mendalam.
Ia menyebutnya sebagai “masyarakat yang doyan nonton kedangkalan”.
"Jokowi dan Dedi Mulyadi sama-sama besar lewat intensitas kemunculan mereka di media, bukan karena visinya,” jelas Rocky.
Rocky bahkan menyinggung program Dedi yang mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer sebagai contoh kebijakan dangkal.
Menurutnya, pendekatan seperti itu hanya mendisiplinkan tubuh, bukan mengajak berpikir.
"Kalau kita belajar teori disciplinary society ala Michel Foucault, fungsi barak militer itu untuk mendisiplinkan tubuh, bukan membentuk pemikiran," terangnya.

Tak berhenti di situ, Rocky juga menyentil tingkat IQ masyarakat Indonesia yang disebut stagnan di angka 78 selama satu dekade terakhir. Ia menyebut kondisi ini sebagai penyebab larisnya “kedangkalan” dalam politik.
"Hanya dalam masyarakat dengan IQ 78, kedangkalan itu laku. Dan kita masih di situ. Saya cek WHO dan World Bank, datanya masih 78," katanya.
Rocky menutup kritiknya dengan istilah satir:
“Jadi setelah Jokowi alias Mulyono, bisa muncul Mulyadi. Keduanya beroperasi dalam market of stupidity (pasar kebodohan)," pungkasnya.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.