Diplomat Arya Daru Tewas di Kosan

Diplomat Arya Daru Tewas Sendirian di Kos, Jenderal Ungkap Kesulitan Tinggi: Penyidik Cukup Berat

Komjen Pol (Purn) Arief Sulistyanto menilai tingkat kesulitan kasus tewasnya diplomat muda Arya Daru Pangayunan cukup tinggi. Penyidik cukup berat.

Tayangan Kompas TV/Dok. Pribadi Arya Daru Pangayunan
TINGKAT KESULITAN TINGGI: Eks Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Arief Sulistyanto menilai tingkat kesulitan kasus tewasnya diplomat muda Arya Daru Pangayunan (39) cukup tinggi. Ia menilai penyidik berat menghadapi opini dan spekulasi netizen. 

TRIBUNJAKARTA.COM  -  Eks Kabareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Arief Sulistyanto menilai tingkat kesulitan kasus tewasnya diplomat muda Arya Daru Pangayunan (39) cukup tinggi.

Pasalnya, korban meninggal dunia dalam kesendirian. Arya Daru  tewas di kamar indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.

Wajah korban terlilit lakban dan pintu kamar terkunci dari dalam dengan sistem smart lock, yang hanya bisa diakses oleh Arya.

"Oleh karena itu, penyidik memang harus diberikan waktu di tengah-tengah sorotan publik. Banyak opini, banyak persepsi, dan banyak asumsi," kata Arief dikutip TribunJakarta.com dari tayangan Kompas TV, Jumat (11/7/2025).

Ia pun mengingatkan penyidik agar tidak berasumsi dalam mengungkap kasus tersebut.

Jenderal bintang tiga itu meminta penyidik untuk menerapkan Scientific Crime Investigation (SCI) dalam penyelidikan kasus penemuan jenazah diplomat Arya Daru Pangayunan.

Dimana penyidikan tersebut, kata Arief, didasari prinsip kejujuran, kebenaran, objektivitas dan transparansi.

"Apa yang harus dilakukan? Pertama menemukan mayat di dalam kamar sendirian. Ini kan ada dua dari masalah ini dia sudah mengumpulkan informasi-informasi," kata Arief.

Dari informasi tersebut, lanjut Arief, penyidik dapat membuat hipotesa. Dugaan yang bisa dilakukan oleh penyidik yakni bunuh diri atau kasus pembunuhan.

Arief juga mengungkit triangel evidence yakni teori yang menggambarkan hubungan antara korban, pelaku, dan alat yang digunakan dalam suatu tindak pidana. 

"Ada TKP dan itu sangat penting. Yang kedua, ada korban yang dilakban. Yang ketiga adalah tersangka yang sedang dicari. Jadi, tiga alat bukti ini harus bisa terhubung semuanya. Kemudian dicari dilakukan autopsi," kata Arief.

Selain itu, kata Arief, penyidik juga dapat menyelidiki lintasan waktu diantaranya kapan terakhir korban dihubungi seseorang atau korban menghubungi seseorang.

Mengenai latar belakang korban yang pernah menjadi saksi sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Arief mengatakan hal tersebut pasti dilakukan pihak kepolisian.

Bukan hanya jejak digital, tetapi juga transaksi keuangan, komunikasi serta latar belakang kehidupan korban.

"Baik itu pribadi, keluarganya, maupun latar belakang pekerjaan apa saja yang dilakukan oleh korban selama ini.  Sehingga ini informasi-informasi ini merupakan potongan-potongan puzzle yang kalau sudah dikumpulkan akan dianalisis oleh penyidik. Dari fakta-fakta yang lengkap ini nanti penyidik akan memperoleh gambaran ini sebetulnya pembunuhan atau bunuh diri," jelas Arief.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved