Diplomat Arya Daru Tewas di Kosan

Kriminolog UI Yakini Ada Kejahatan Simbolik di Balik Kematian Arya Daru, Warna Lakban Disorot

Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Haniva Hasna, menduga bahwa kematian diplomat muda, Daru Arya Pangayunan (39), karena kejahatan simbolik. 

Tangkapan layar Catatan Demokrasi dan Dok. Istimewa
KEMATIAN MISTERIUS DARU - Krimonolog UI, Haniva Hasna menyakini adanya kejahatan simbolik di balik kematian Arya Daru Pangayunan (39) di indekosnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. (Tangkapan layar Catatan Demokrasi dan Dok. Istimewa). 

Padahal, penjaga indekos semestinya bisa langsung menggunakan master key karena pintu kamar korban dilengkapi smart key card dan doorlock

"Lalu, kalau kita melihat lagi bagaimana mungkin kamar yang terkunci dengan sistem yang udah modern tapi dibuka dengan dicongkel bukannya mereka punya master key ke mana?" tambahnya. 

Jangan-jangan Polri bingung

Sementara itu, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menduga, polisi kebingungan mengungkap hasil penyelidikan kematian ADP (39), diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang tewas di rumah indekos di Menteng, Gondangdia, Jakarta Pusat.  

Sebab, hingga lebih dari sepekan kematian ADP, polisi tak kunjung menyampaikan penyebab kematian korban.  “Jangan-jangan ini semacam kebingungan dari Polri saat mereka mengumumkan jika misalnya yang ditemui adalah sesuatu hasil yang tidak menyenangkan,” kata Adrianus kepada Kompas.com, Rabu (16/7/2025).

Menurut Adrianus, penyelidikan kasus ini seharusnya tak membutuhkan waktu yang terlalu lama.

“Bicara mengenai visum, maka visum itu satu hari, dua hari. Kalau pemeriksaan laboratoris, katakan saja dua, tiga hari. Pemeriksaan digital, dua, tiga hari. CCTV, satu hari. Jadi apalagi?” ujar dia.

Apalagi, polisi telah menggelar olah tempat kejadian perkara (TKP) sebanyak tiga kali untuk mengumpulkan barang bukti serta identifikasi sidik jari.

“Sudah tiga kali diacak-acak di TKP sekecil itu. Jadi apalagi?” ungkap dia.

Menurut Adrianus, mengungkap penyebab kematian ADP tidaklah sulit.

Ia menduga korban mengalami berhenti jalan napas karena tidak mendapatkan pasokan oksigen.

“Tapi sama sebab matinya saja, Polda tidak kunjung memberi tahu tentang apa sebab matinya, itu yang membuat kemudian semua analisa itu menjadi liar. Apalagi yang bikin enggak terungkap?” tegas dia.

Adrianus juga menyebut, seyogianya polisi bukan hanya sudah mengantongi penyebab kematian, melainkan motif kematian.

“Nah, lalu mungkin enggak enak ngomongnya nih. Mungkin karena enggak enak dengan masyarakat, enggak enak dengan komunitas diplomat, makanya sekarang semacam, 'ini gimana ngomongnya ya?',” jelas dia.

Menurut Adrianus, kasus ini dianggap sensitif karena korban mempunyai latar belakang seorang diplomat.

“Dan diplomat itu kan adalah wajah negara. Dan wajah negara itu pasti diomongkan di forum internasional. Apalagi presiden masih di luar negeri nih. Ini juga penting. Saya misalnya menduga secara bercanda, begitu Presiden kembali, lalu diumumkan,” tegas dia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved