Pasutri di Kasus Judol Komdigi Dituntut 9 dan 10 Tahun, Kuasa Hukum Pertanyakan Fakta Sidang

Pasutri kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dituntut 9 dan 10 tahun penjara.

|
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Wahyu Septiana
Tribunnews.com
TUNTUTAN KASUS JUDOL - Ilustrasi Persidangan. Pasutri kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dituntut 9 dan 10 tahun penjara. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Pasangan suami istri dalam kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Zulkarnaen Apriliantony (ZA) dan Adriana Angela Brigita (AAB) dituntut 9 dan 10 tahun penjara.

ZA dituntut 9 tahun penjara berdasarkan Pasal 303 KUHP tentang perjudian dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016, yang melarang pendistribusian informasi elektronik bermuatan perjudian. 

Sementara AAB, istri ZA, dituntut 10 tahun penjara atas tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Malonda menegaskan bahwa tuntutan ini mengabaikan fakta persidangan yang menunjukkan keterlibatan minimal kliennya.

Terkait tuntutan tersebut, pengacara terdakwa yakni Christian Malonda mengkritisi tuntutan tersebut.

Dia menegaskan bahwa ZA tidak pernah mengenal atau sama sekali tidak mengenal bandar atau agen judi online.

"Dan Menteri Budi Arie Setiadi pun tidak mengetahui kegiatan penjagaan situs judol tersebut," ujar Malonda kepada wartawan, Kamis (24/7/2025)

Ia (ZA) hanya diperkenalkan dengan Muhrijan alias Agus melalui Adhi Kismanto dan menerima aliran dana tanpa mengetahui teknis operasionalnya," sambungnya.

Sedangkan terhadap klien AAB, Malonda menyebut bahwa dalam fakta persidangan AAB hanya disuruh suaminya mengantar barang yang diklaim sebagai alat studio, tanpa menyadari hal lainnya.

Malonda juga menyoroti kejanggalan prosedural, di mana surat P19 dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta penyidik memeriksa Budi Arie Setiadi, tetapi pemeriksaan tersebut tidak pernah dilakukan.

Meski demikian, berkas perkara tetap dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke pengadilan. 

"Apakah boleh berkas belum lengkap tapi dipaksa lengkap oleh jaksa? Ini melanggar Pasal 110 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang mewajibkan penyidikan lengkap sebelum pelimpahan. Fakta persidangan sama sekali tidak dihiraukan jaksa," tegas Malonda.

Dari perspektif dasar hukum, Malonda menjelaskan bahwa tuntutan terhadap ZA berdasarkan Pasal 303 ayat (1) KUHP—yang mengancam pidana maksimal 10 tahun bagi pengada perjudian—dan Pasal 27 ayat (2) UU ITE, yang menghukum pidana maksimal 6 tahun atau denda Rp1 miliar bagi pelaku pendistribusian konten perjudian elektronik, tidak tepat karena tidak ada bukti mens rea (niat jahat). 

"Pasal-pasal ini mensyaratkan pengetahuan dan kesengajaan, tapi fakta menunjukkan ZA hanya penerima dana pasif, bukan pelaku aktif," argumennya, merujuk pada prinsip bukti dalam Pasal 184 KUHAP yang mengharuskan alat bukti saling mendukung.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved