Marsma Fajar Adriyanto Gugur
Aksi Marsma TNI Fajar Adriyanto Pulang Misi di Aceh, Langsung Sergap Jet Tempur AS di Langit Bawean
Kisah Marsma Fajar Adriyanto pulang misi dari Aceh, langsung sergap jet tempur AS di langit Bawean. Kini ia gugur di Bogor.
TRIBUNJAKARTA.COM - Marsekal Pertama (Marsma) Fajar Adriyanto merupakan sosok penting dalam operasi penyergapan pesawat tempur F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) pada tahun 2003 di Bawean, Jawa Timur.
Marsma Fajar gugur dalam insiden jatuhnya pesawat latih di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Minggu (3/8/2025).
Marsma Fajar sempat menceritakan kisahnya menyergap 5 unit pesawat F/A-18 Hornet yang melintas di wilayah udara Indonesia tanpa izin.
Marsma Fajar Adriyanto bercerita saat itu dirinya masih berpangkat kapten.
Satu diantara yang bertugas yakni Marsekal TNI Tonny Harjono yang sekarang menjabat Kepala Staf Angkatan Udara.
"Kita waktu itu baru pulang dari operasi di Aceh berbulan-bulan Kita enggak pulang memang di sana kami standby untuk melaksanakan kegiatan operasi," kata Marsma Fajar dikutip dari Brigade Podcast Kompas.com yang tayang 3 Juli 2024.
Akhirnya, Marsma Fajar pulang ke Pangkalan Udara (Lanud) Iswahjudi di Jawa Timur pada tanggal 3 Juli 2003.
Marsma Fajar terbang dari Aceh dan mendarat di Lanud Iswahjudi sekira pukul 16.00 WIB.
"Kita beres-beres ya kemudian pulang ke rumah," kata Marsma Fajar.
Marsma Fajar menceritakan saat tiba di rumah untuk melepas rindu dengan keluarga, tiba-tiba dirinya langsung dihubungi oleh Komandan Skadron saat itu Letkol Penerbang
Tatang Harlyansyah.
"Saya baru duduk, mau lepas sepatu. Telepon dari piket di kantor agar segera kembali. Letkol Tatang Harlyansyah menelepon saya juga, Fajar segera kembali Pimpin adik-adikmu ada pesawat tidak dikenal laporan dari komando sektor 2," kata Marsma Fajar.
Marsma Fajar langsung menyatakan kesiapannya. Meskipun, ia mengaku sempat dongkol.
"Baru aja ketemu belum aja istirahat gitu kan capek ini badan belum mandi, ini kan kucel. Terpaksa kan seperti itu memang tugas kita seperti itu 24 jam memang harus siap," imbuhnya.
Marsma Fajar belum membayangkan operasi yang akan dijalankannya. Ia hanya diperintah untuk segera kembali kantor.
"Ada pesawat tidak dikenal, perintah untuk intersep pesawat tidak dikenal. Sudah kita kembali dijemput sama mobil ya cepat sampai di kantor kira-kira 10 sampai 15 menit kemudian baru di situ komandan Skadron Letkol Tatang memberi membriefing," katanya.
Di sana, Marsma Fajar bercerita bahwa komandan skadron mendapatkan telepon dari Panglima TNI bahwa ada sasaran yang tidak dikenal di Laut Jawa.
Data awal yakni dua pesawat tidak dikenal berkecepatan 300 knot-500 knot. Marsma Fajar menyebutkan saat briefing telah menduga pesawat jet.
"Cuma kita berpikir Kenapa pesat ini muter-muter kenapa kok ada di situ ya sudahlah nanti kita sambil terbang aja pesawat sudah siap terus komandan briefing jadi saya yang tertua waktu itu saya paling senior silakan empat-tempatnya berangkat Fajar yang tertua," kata Marsma Fajar.
Tak hanya itu, Marsma Fajar juga mendapatkan perintah agar jangan menembak dahulu. Padahal, ia mengakui saat itu dalam keadaan panas.
"Kok enggak boleh nembak gitu jadi kondisi psikologi yang namanya masih suasana operasi militer terus pulang lagi panas eh mau istirahat disuruh berangkat lagi kan ada rasa seperti dongkol. Ini siapa sih masuk-masuk wilayah kita enggak izin ngerepotin aja ya itu yang terjadi awalnya di situ," imbuhnya.
Marsma Fajar menggunakan Falcon 1 TS-1603 bersama Kapten Ian.
Sementara, satu F-16 lainnya, Falcon 2 TS-1602 dikendalikan Kapten Tonny/Kapten Satriyo.
Ketika melakukan intersep, tim penerbang bertemu dengan dua pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy)
"Jadi begini dalam masa damai intersep itu dilaksanakan adalah identifikasi dulu, identifikasi secara visual jadi memang identifikasi secara elektronik sudah dilaksanakan oleh radar sama komando sektor waktu itu namanya kosek yakni komando sektor dan kohanutnas," ujarnya.
Laporan Peristiwa Bawean
Pada 5 Juli 2003, Harian Kompas menerbitkan laporan peristiwa Bawean, operasi militer yang dilakukan TNI AU saat menyergap 5 unit pesawat F/A-18 Hornet yang melintas di wilayah udara Indonesia tanpa izin.
Peristiwa Bawean terjadi pada 3 Juli 2003. Saat itu, Military Coordination Civil (MCC) Bandara Ngurah Rai, Bali mendeteksi sejumlah sasaran yang muncul tiba-tiba di barat laut Pulau Bawean pukul 11.38 waktu setempat.
Laporan diterima Pos Sektor (Posek) II dan dipantau Pusat Operasi Pertahanan Udara Nasional (Popunas). Hasil pemeriksaan sementara saat itu, sempat diasumsikan diasumsikan sebagai lima pesawat F-5 RSAF yang melaksanakan penerbangan Paya Lebar-Darwin-Amberley- Darwin-Paya Lebar.
Setelah dipantau selama sekitar 1 jam, manuver pesawat dinilai tidak normal.
Pada pukul 14.00 hingga 15.00, Popunas dan Posek II menganalisis kegiatan penerbangan yang tidak melakukan kontak radio dengan Air Traffic Controller (ATC) Soekarno-Hatta, Cengkareng, maupun Bali.
TNI AU kemudian memutuskan mengerahkan dua pesawat F-16 yang siaga di Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur. Marsma Fajar mengudara menggunakan Falcon 1 TS-1603 bersama Kapten Ian.
Sementara, satu F-16 lainnya, Falcon 2 TS-1602 dikendalikan Kapten Tonny/Kapten Satriyo.
Pada pukul 17.25, Falcon 1 terlbat manuver jarak dekat dengan dua F-18 Hornet. Kedua pesawat US Navy itu mengambil posisi menyerang dan membuat F-16 yang ditumpangi Marsma Fajar terancam.
Sementara itu, Falcon 2 memposisikan sebagai support fighter.
Falcon 1 kemudian melihat, kapal fregat US Navy tengah bergerak ke timur.
Falcon 2 lalu melakukan rocking the wing sebagai pernyataan bahwa Falcon 1 tidak mengancam. Falcon 1 kemudian menjalin kontak suara dengan F-19 Hornet di UHF 243.0.
Pesawat asing itu lalu mengabarkan bahwa mereka berasal dari satuan US Navy yang terdiri dari beberapa kapal perang. Para penerbang dari Paman Sam itu mengeklaim telah mengantongi izin lintas.
Falcon 1 pun menyatakan pihaknya sedang berpatroli dan datang hanya untuk identifikasi. Setelah itu, F-18 Hornet menjauh dan tidak lagi mengancam.
F-18 Tak Belum Jalin Kontak Kepala Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) saat itu, Marsekal Muda Wresniwiro menyebut, lima pesawat F-18 Hornet itu belum melakukan kontak. Mereka terbang dari kapal induk US Navy yang berkonvoi dengan beberapa kapal perang di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI).
Pemberitahuan atau kontak saat itu hanya dilakukan untuk kapal laut, bukan pesawat tempur.
Buntut peristiwa ini, pemerintah Indonesia menyampaikan protes keras kepada Pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Pemerintah keberatan pesawat tempur AS bermanuver di atas laut Indonesia.
"Kita ini tidak selemah yang mereka (AS) duga. Kita memang tidak ingin membuat hubungan kedua negara menjadi buruk, tetapi kita juga tidak ingin mereka tidak mengakui kedaulatan kita," ujar Menteri Kehakiman dan HAM (Menkeh dan HAM) Yusril Ihza Mahendra dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (8/7/2003), dikutip dari Harian Kompas edisi 9 Juli 2003.
Sosok Marsma Fajar
Marsma TNI (Purn) Fajar Adrianto merupakan perwira tinggi TNI AU yang lahir pada 20 Juni 1970.
Ia merupakan lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1992 dan dikenal sebagai penerbang pesawat tempur F-16 Fighting Falcon dengan callsign "Red Wolf".
Fajar merupakan alumnus SMA Negeri 1 Malang angkatan 1989, dan memiliki rekam jejak panjang di TNI AU.
Ia pernah menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 3 Lanud Iswahyudi (2007–2010), Komandan Lanud Manuhua Biak (2017–2019), dan menjabat sebagai Kepala Dinas Penerangan TNI AU dari Mei 2019 hingga November 2020.
Terakhir, ia dipercaya menjabat sebagai Kapoksahli Kodiklatau sejak Desember 2024.
Fajar juga dikenal sebagai pelaku sejarah dalam insiden udara antara F-16 TNI AU dan pesawat F/A-18 Hornet milik Angkatan Udara Amerika Serikat di wilayah udara Pulau Bawean pada tahun 2003.
Atas dedikasinya, ia menerima berbagai penghargaan, termasuk Sertifikat dan Brevet "Tanggap Tangkas Tangguh" dari BNPB, serta penghargaan tesis terbaik dari Universitas Pertahanan Indonesia. (TribunJakarta.com/Kompas.com)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.