Marsinah merupakan salah satu pejuang hak-hak buruh saat itu.
Pada awal tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan sebuah surat edaran yang berisi imbauan kepada perusahaan agar menaikkan kesejahteraan para karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% dari gaji pokok.
Tentunya imbauan itu mendapatkan sambutan yang baik dari para karyawan.
Namun tidak bagi perusahaan, karena ini artinya beban pengeluaran mereka menjadi bertambah.
Pada pertengahan April 1993, karyawan di pabrik tempat Marsinah bekerja berdiskusi mengenai surat edaran ini dan sampai akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan unjuk rasa.
Baca: Sempat 2 Kali Diusir Karena Dianggap Kampanye, Pedagang Kaos #2019GantiPresiden: Saya Cuma Cari Duit
Unjuk rasa dilakukan pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993 dengan tuntutan kenaikan upah dari Rp 1.700 menjadi Rp 2.250.
Marsinah menjadi salah satu buruh yang aktif dalam aksi unjuk rasa ini.
Mulai dari rapat pembahasan rencana unjuk rasa sampai pada aksi unjuk rasa sendiri.
Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja dan mogok total bekerja pada 4 Mei 1993.
Mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah karyawan sesuai dengan imbauan pemerintah.
Baca: Ternyata Buruh Butuh Waktu Minimal 5 Tahun Agar Bisa Mencicil Motor Besar
Sampai tanggal 5 Mei, Marsinah masih aktif bersama teman-temannya dalam kegiatan unjuk rasa dan berbagai macam kegiatan perundingan.
Bahkan ia menjadi satu dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.
Barulah mulai tanggal 6 Mei keberadaan Marsinah tidak diketahui sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada 8 Mei 1993.