Pilpres 2019

Bacaleg Eks Koruptor Belum Bernafas Lega: PAN dan PKS Kompak Menolak, KPU Belum Tentukan Sikap

Penulis: Erik Sinaga 2
Editor: Erik Sinaga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

TRIBUNJAKARTA.COM- Putusan Mahkamah Agung yang mengizinkan bekas narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, nyatanya belum sepenuhnya memberikan angin segar.

Para bekas koruptor itu belum boleh bernafas lega, lantara Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu belum melaksanakannnya.

Berikut adalah fakta-fakta menarik terkait putusan Mahkamah Agung tersebut.

PAN Tetap Tak Usung Bacaleg bekas Koruptor

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional ( PAN) Eddy Soeparno menuturkan partainya tetap tak akan mengusung mantan narapidana korupsi sebagai calon legislatif Pemilu 2019.

"Khusus terkait PAN, kami tetap konsisten untuk tidak mencalonkan (mantan) napi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu kami telah berkomunikasi dengan daerah untuk segera dievaluasi," kata Eddy di sela-sela pembekalan caleg PAN di Grand Paragon, Jakarta, Minggu (16/9/2018).

Eddy menegaskan, pihaknya sudah memutuskan untuk menarik caleg yang terindikasi merupakan mantan narapidana korupsi dan menggantinya dengan kader lain.

"Nah iya targetnya demikian, sudah dikomunikasikan secara internal," ujarnya.

Di sisi lain, kata Eddy, PAN menghormati putusan tersebut. Pasalnya, putusan MA ini mengakhiri polemik larangan napi kasus korupsi menjadi caleg di kalangan partai politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Kami bersyukur bahwa putisan MA keluar. Karena itu memberi kepastian hukum atas polemik baik antara KPU dan partai politik, maupun KPU dan Bawaslu," paparnya.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg dalam PKPU No 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017.

Berjualan Kue Lepet Sejak 41 Tahun Lalu, Dahi Pedagang Kue Lepet Ini Pernah Disayat Preman

Live Streaming Final Japan Open: Pertahankan Status Juara, Marcus/Kevin Berharap Tuah Asian Games

Borneo vs Persib Bandung: Catatan Buruk Maung Bandung di Kalimantan dan Motivasi Berlipat Tuan Rumah

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg eks koruptor menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Bawaslu sebelumnya meloloskan para mantan koruptor sebagai bakal caleg 2019. Pada masa pendaftaran bacaleg, mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

Para mantan koruptor tersebut lantas mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat. Video Pilihan Hasil sengketa menyatakan seluruhnya memenuhi syarat (MS).

Bawaslu mengacu pada Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang tidak melarang mantan koruptor untuk mendaftar sebagai caleg. Sementara KPU, dalam bekerja berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.

PKS Juga Menolak

Selain PAN, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga mengambil langkah serupa. Partai besutan Sohibul Iman itu tetap tidak akan mengusung mantan narapidana korupsi sebagai wakil rakyat.

"Sejak awal PKS mendukung keputusan caleg yang mantan napi korupsi tidak diizinkan (mengikuti) kontestasi," kata Ketua Bidang Humas DPP Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) Ledia Hanifa saat dikonfirmasi, Sabtu (15/9/2018).

Ledia juga memastikan bacaleg PKS yang terindikasi merupakan mantan narapidana korupsi telah diganti dengan kader lain.

"Sepanjang pengetahuan saya sudah diganti," ujarnya.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera sebelumnya pernah menegaskan, sejak awal PKS menolak untuk mencalonkan bacaleg mantan narapidana kasus korupsi.
Selain itu, kata Mardani, PKS mematuhi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018.

Dalam peraturan tersebut, partai politik dilarang untuk mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi, narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak, melalui penandatanganan pakta integritas.

Final Japan Open 2018, Ini Live Streaming Pertandingan Marcus/Kevin

Begini Perjuangan Saka, Bocah SD yang Tiap Hari Melintasi Batas Indonesia-Malaysia Demi Sekolah

Hasil Liga Spanyol: Barcelona Menang Tipis, Real Madrid Hanya Bermain Imbang

"Dari awal PKS menolak, tidak memasukkan napi koruptor sebagai caleg, tegas. Karena kami menghargai PKPU, karena PKPU ini merupakan langkah maju untuk menghasilkan pemilu berkualitas. Kami setuju dengan PKPU," ujar Mardani.

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg dalam PKPU No 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg eks koruptor menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Bawaslu sebelumnya meloloskan para mantan koruptor sebagai bakal caleg 2019. Pada masa pendaftaran bacaleg, mereka dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

Para mantan koruptor tersebut lantas mengajukan sengketa pendaftaran ke Bawaslu dan Panwaslu setempat.

Hasil sengketa menyatakan seluruhnya memenuhi syarat (MS). Video Pilihan Bawaslu mengacu pada Undang-Undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 yang tidak melarang mantan koruptor untuk mendaftar sebagai caleg.

Sementara KPU, dalam bekerja berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.

Nafas baru Bagi Demokrat

Partai Demokrat memastikan akan tetap mengusung 12 calon anggota legislatif yang merupakan eks narapidana kasus korupsi. Hal ini akan dilakukan jika KPU segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung yang membolehkan eks napi kasus korupsi maju sebagai caleg.

"12 calon itu tetap akan ikut karena mekanisme aturan tetap harus kita ikuti. Kalau tidak mengikuti mekanisme aturan nanti kader kami berperkara dengan kami sendiri. Tidak boleh juga," kata Kepala Divisi bidang Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean kepada Kompas.com, Sabtu (15/9/2018).

Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg dalam PKPU No 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Pemilu No 7 tahun 2017.

Putusan tersebut berakibat pada berubahnya status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) bakal caleg eks koruptor menjadi Memenuhi Syarat (MS). Artinya, mantan napi korupsi diperbolehkan untuk maju sebagai caleg.

Chelsea dan Liverpool Samai Rekor 110 Tahun Lalu dan Pengakuan Salah Pelatih Tottenham Hotspur

Liga Inggris: Chelsea Menang Besar, Manchester Cuma Menang Tipis

Ferdinand mengatakan, bola saat ini ada di KPU apakah akan segera mengeksekusi putusan Mahkamah Agung atau tidak. Sebab, MA memberi waktu 90 hari bagi KPU untuk mengeksekusi putusan yang membolehkan eks napi korupsi menjadi caleg.

Sementara, waktu penetapan daftar caleg tetap (DCT) oleh KPU adalah pada 20 September. Menurut dia, KPU bisa saja mengeksekusi putusan MA itu setelah penetapan DCT sehingga aturan yang membolehkan caleg eks napi korupsi baru berlaku pada 2024.

"Kalau KPU mengambil langkah seperti itu, maka kami sudah siapkan penggantinya untuk 12 caleg itu," kata Ferdinand.

Ferdinand pun menegaskan bahwa 12 caleg yang merupakan eks napi koruptor tersebut adalah caleg di tingkat DPRD provinsi atau kabupaten/kota, bukan caleg tingkat DPR RI.

Ia memastikan, caleg Demokrat di tingkat DPR RI tak ada yang merupakan mantan napi korupsi karena penjaringannya dipantau langsung oleh SBY.
"Kalau untuk caleg di tingkat II, pengawasan kami tidak sampai sejauh itu," kata dia.

Sementara itu, KPU meminta pimpinan parpol untuk menjalankan pakta integritas meskipun ada putusan MA.

Dalam pakta integritas itu, parpol berkomitmen tidak mengusung bakal caleg eks koruptor.

"Kita minta partai-partai politik komitmen untuk menarik caleg-calegnya yang tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018) malam.

KPU Masih Bergeming

Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait hasil uji materi pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 yang memuat larangan mantan narapidana korupsi maju sebagai calon anggota legislatif

Namun, karena belum menerima salinan putusan MA, hingga saat ini KPU masih berpegang pada PKPU.

"KPU belum menerima salinan putusan resmi dari MA sehingga KPU sampai saat ini masih berpegangan bahwa PKPU itu masih berlaku," kata Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018) malam.

Pramono menyebut, KPU belum akan menentukan langkah selanjutnya selama belum menerima salinan putusan MA.

ramono menyebut, KPU belum akan menentukan langkah selanjutnya selama belum menerima salinan putusan MA.

Namun, pihaknya memastikan akan melaksanakan apapun isi putusan MA terhadap uji materi.

"Kita lihat dulu, bunyi pertimbangan MA itu menjadi pertimbangan kami mengambil langkah-langkah terhadap napi koruptor itu," ujar dia. (Kompas.com)

Berita Terkini