TRIBUNJAKARTA.COM - Kubu Jokowi-Maruf Amin menduga reuni 212 yang dilangsungkan di kawasan Monas, Jakarta Pusat pada Minggu (2/12/2018) lalu menjadi ajang deklarasi calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto untuk mendongkrak namanya di Pilpres 2019.
Hal itu disampaikan Caleg PDI Perjuangan yang juga bagian dari pendukung Jokowi-Maruf, Kapitra Ampera dalam diskusi Mata Najwa Barisan Para Mantan: Perdebatan Jumlah Peserta Reuni 212, Rabu (5/12/2018) malam.
Dalam acara diskusi itu turut hadir pula Kadiv Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean, pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, Bupati Purwakarta sekaligus kader Golkar Dedi Mulyadi, dan Wakil Ketua Dewan Penasehat BPN Prabowo-Sandi Tedjo Edhy Purdjitno.
Hadir sebagai pemandu acara, Najwa Shihab mempersilakan Kapitera Ampera untuk memberi pendapat soal reuni 212 itu.
Mantan pengacara Habib Rizieq Shihab itu membuka dengan memberi apresiasi bahwa acara tersebut memang damai dan mengutamakan persatuan.
"Saya setuju bahwa nasionalisme itu ada. Rasa memiliki republik ini masih terasa. Artinya jika ada stigma kita tidak cinta pada republik ini, itu terbantahkan," ucap Kapitra Ampera dikutip dari kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (6/12/2018).
Namun Kapitra Ampera menyayangkan satu hal yang menurutnya menodai gerakan tersebut.
"Tapi ada yang menodai. Bahwa seharusnya, kalau itu satu rahim, kita tidak usah sentuh daerah politik. Karena bagaimanapun, itu kan kita masa-masa kampanye," ucap Kapitra Ampera.
"Apalagi sudah ada ruang mendeklarasikan, mendukung satu paslon," imbuhnya.
Kapitera Ampera berpendapat lebih baik calon presiden tidak hadir sama sekali atau hadir dua-duanya dalam acara tersebut.
Sehingga ada waktu untuk calon pemimpin ini mendengar yang dikeluhkan peserta aksi, seperti ketidakadilan, ketidaksejahteraan dan sebagainya.
• PDI Perjuangan Minta Arab Saudi Tarik Dubes Osama Terkait Cuitannya Reuni Akbar 212
• Prabowo Geram dengan Sejumlah Media Terkait Reuni 212, Ernest Prakasa: Copy Paste Donald Trump
• Sebut Akar Reuni 212 Karena Ketidakadlian, Fadli Zon Didebat Kubu Jokowi, Aa Gym: Malu Sama Rakyat!
Follow:
Namun karena hanya ada satu calon yang hadir, Kapitera Ampera menilai itu menjadi timpang dan akan menyebabkan protes baru.
"Inilah yang seharusnya diperlihatkan, kalau itu masih ingin dimasukkan dalam politik yang tanda kutip positif, yang konstruktif. Tetapi kalau sudah sepihak, maka tentu kan jadi protes terbaru di tempat lain," terang Kapitra Ampera.
Najwa Shihab pun menyinggung kabar aksi 212 tandingan yang pernah diinisiasikan oleh Kapitra Ampera.
"Lho saya tidak ingin aksi tandingan. Saya ingin membuat 212 dalam warna yang beda. Kontemplasi 212," bantah Kapitra Ampera.
Ia mengaku hanya ingin melepaskan pikiran dan hati masyarakat dalam dimensi politik.
Sebab beberapa hari belakangan Indonesia kerap diwarnai kericuhan politik.
"Coba bayangkan bangsa yang beradab begini, bangsa yang agamis ini keluar dua kata, menandai, memberikan atribut di dua kubu paslon, satu kecebong, satu kampret. Ini tidak pernah menjadi budaya kita," ucap Kapitra Ampera yang disambut tawa Ferdinand Hutahaean.
Namun Kapitra Ampera menyayangkan inisiatifnya itu terhalang oleh perizinan dari pihak berwenang.
Saat ditanya Ferdinand Hutahaean soal judul gerakannya itu, Kapitra Ampera tak mengelak bahwa judulnya memang 212.
Mendengar pernyataan Kapitra Ampera, Ferdinand Hutahaean justru mempertanyakan lagi untuk apa membangun jenis gerakan yang sama.
• Ferdinand Hutahaean Emosi & Tunjuk-tunjuk Kapitra Ampera Disinggung Tak Dapat Jabatan dari Jokowi
• Kapitra Pastikan Tak Ganggu Reuni 212, Slamet Maarif Berterimakasih hingga Beberkan Aturan Main Ini
• Suryo Prabowo Komentari Pembantaian Pekerja di Papua, Sebut Tak Semua Senang Ada Pembangunan
Kapitra Ampera menjawab, konsep gerakannya itu tak akan sama dengan 212 yang baru saja diadakan di Monas itu.
"Ini suatu kontemplasi untuk mengingatkan kita semua jangan terjebak dalam apa yang kalian lakukan kemarin. Kalian membungkuskan agama, tapi isinya politik. Mendukung satu paslon itu melukai pihak lain," jawab Kapitra Ampera.
"Ini yang membahayakan. Tapi kalau itu bentuk silaturahmi, ya boleh kita bikin jangan hanya di Monas, tapi di daerah-daerah," sambungnya.
Ferdinand Hutahaean membantah. Pihaknya menyebut aksi kemarin bukan untuk mendeklarasikan Prabowo Subianto.
"Kegiatan resmi itu tidak pernah mendeklarasikan, mendukung Pak Prabowo. Kalau orang per orang mendukung Pak Prabowo, apa bisa kita larang Pak? Ya nggak bisa," terangnya.
"Secara resmi, tidak ada kemarin bicara di panggung panitia menyatakan 'pilih Pak Prabowo, dukung Pak Prabowo'," imbuh tim pemenangan Prabowo-Sandiaga Uno ini.
Kapitra Ampera menampik ucapan Ferdinand Hutahaean. Ia meminta Ferdinand Hutahaean untuk mengingat beberapa jargon yang keluar dalam acara tersebut.
"Adinda. Jangan ditutup kupingnya waktu ada yang bicara 'ganti presiden', 'jangan pilih partai penista agama' ini realitas," ungkap Kapitra Ampera.
Berdebat panas, Ferdinand Hutahaean membantah lagi bahwa seruan itu yang disampaikan Habib Rizieq saat Prabowo Subianto sudah tidak ada di tempat.
"Itu seruan dari seorang guru kepada murid-muridnya," terang Ferdinand Hutahaean.
"Bukan. Ketika Pak Prabowo bicara, 'saya diamanahkan menjadi calon presiden'. Artinya apa?" tanya Kapitra Ampera.
"Bahwa tidak boleh berkampanye di situ," jawab Ferdinand Hutahaean.
"Bukan. Bahwa kalian harus pilih saya," tukas Kapitra Ampera.
• Prabowo Geram dengan Sejumlah Media Terkait Reuni 212, Ernest Prakasa: Copy Paste Donald Trump
• Penayangan Reuni 212 Dituding Dibatasi, Timses Jokowi Bongkar Masalah Gerindra dan Stasiun TV
• Adu Mulut dengan Rocky Gerung Soal Reuni 212, Boni Hargens Soroti Kekuasaan Era Orde Baru
Ferdinand Hutahaean menyebut itu asumsi dari Kapitra Ampera semata.
Sebab saat itu, lanjutnya, Prabowo Subianto hanya menegaskan dirinya sebagai capres namun tak boleh berkampanye.
"Itu kan penerjemahannya Bang Kapitra. Yang di situ enggak terjemahkan begitu," tegas Ferdinand Hutahaean.
Saling perang argumen, Kapitra Ampera menyebut itu hanya kemasan dari kubu Prabowo Subianto.
"Bukan, itu kan kemasan. Kalau dia tidak berbicara, dia duduk saja, karena dia bukan alumni," jelas Kapitra Ampera.
"Panitia beri kehormatan beliau berbicara," sanggah Ferdinand Hutahaean.
"Nah itu kenapa tidak Jokowi? Kenapa enggak Maruf Amin? Kalau tidak ada Maruf Amin, tidak ada 212. Tidak ada GNPF," jelas Kapitra Ampera.
"Karena Jokowi tak diundang. Pak Maruf Amin tak setuju dengan gerakan itu," balas Ferdinand Hutahaean yang segera diakhiri oleh Najwa Shihab.
Video bisa disaksikan di sini: