Dia mengibaratkan status Indonesia sebagai negara berkembang seperti sebuah perusahaan. Jika tidak mempunyai modal, kata dia, maka pemerintah dapat meminjam.
"Semua negara yang ingin membangun sama dengan perusahaan. Semua negara yang membangun butuh dana. Kalau tidak mempunyai modal maka harus meminjam," kata dia.
• Liburan di London, Nia Ramadhani Diejek Ini Oleh Warga Setempat Saat Masuk Toko: Kesel Banget Gue!
• Kisah Istri Herman Seventeen di Balik Pemakaman Suaminya Almarhum yang Pertama Dikuburkan Disini
Menurut pria berlatar belakang pengusaha itu semua negara yang sedang membangun membutuhkan dana. Untuk mendapatkan dana banyak cara dapat dilakukan.
Dia mencontohkan, Amerika Serikat meminjam uang, tetapi peminjaman uang dilakukan dengan cara mencetak uang. Lalu, Jepang meminjam uang dengan cara mengambil dari dana pensiun.
"Kami karena tidak cetak duit terlalu banyak, karena tidak laku di luar negeri, maka kami minjam World Bank dari perbankan-perbankan. Itu biasa saja. Jumlahnya itu relatif tergantung kemampuan. Sama dengan perusahaan," kata dia.
Namun, dia tidak dapat menyebutkan secara rinci berapa nominal utang permintah. Meskipun utang, dia menegaskan, masih dapat dibayar.
"Saya belum hitung seperti itu, tetapi memang jumlahnya per tahun. Kami tidak hitung per hari. Kami hitung tahunan. Ada tambahan Rp 200 T, ada mungkin 300 (triliun). Selama kita bisa bayar, bukan urusan T-nya, bisa bayar tidak? kita bisa bayar," kata Jusuf Kalla.
(TribunJakarta/Tribunnews)