Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR MINGGU - Kuasa hukum SMA Kolese Gonzaga, Edi Canggur, menyebut tidak naik kelasnya siswa berinisial BB lantaran tidak memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran Sejarah.
Edi mengatakan, KKM pelajaran Sejarah di Gonzaga adalah 75. Sedangkan, BB hanya memperoleh nilai 68.
"Aturan main dalam proses belajar mengajar sudah ditentukan. Jika mata pelajaran peminatan itu tidak tuntas, siswa tersebut tidak bisa naik kelas," kata Edi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/11/2019).
Menurutnya, aturan tersebut sudah disadari setiap siswa, dan telah disosialisasikan kepada orangtua murid.
Namun, kuasa hukum penggugat, Susanto, Utama menilai keputusan sekolah bertentangan dengan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 53 Tahun 2015.
"Kalau sesuai Permendikbud itu kan si anak mendapat minimal tiga nilai merah. Sedangkan BB ini cuma satu merahnya," ujar Susanto.
"Untuk pelajaran Sejarah itu juga tidak ada remedialnya," lanjut dia.
Di sisi lain, Edi menganggap keputusan sekolah sudah sesuai Permendikbud.
Ia justru menilai pihak penggugat salah menafsirkan isi dari peraturan tersebut.
• Viral Video Ormas Minta Jatah Kelola Parkir Minimarket, Wali Kota Tepis Istilah Bekasi Kota Preman
• Dianggap Berhasil Ungkap Usulan Anggaran Janggal Pemprov DKI, Fraksi PSI Dikirimi Karangan Bunga
• Besok, Warga Cipinang Melayu Bahas Ganti Rugi Banjir dengan Pengembang Kereta Api Cepat
"Itu salah membaca dan salah menafsirkan. Tidak mungkin minimal tiga mata pelajaran dibawah KKM bisa naik kelas. Kalau begitu, orang yang tidur-tiduran, nggak usah masuk sekolah, otomatis naik. Tidak bisa, tutur Edi.
Sebelumnya, Yustina Supatmi selaku orangtua BB menggugat SMA Kolese Gonzaga lantaran sang anak dinyatakan tidak naik kelas.
Pada perkara ini, Yustina menggugat Kepala SMA Kolese Gonzaga Paulus Andri Astanto, Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) Bidang Kurikulum Himawan Santanu, Wakepsek Bidang Kesiswaan Gerardus Hadian Panamokta, dan guru Sosiologi Kelas XI Agus Dewa Irianto.
Ia pun turut menggugat Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.
Yustina juga meminta Hakim menghukum para tergugat dengan membayar ganti rugi materil Rp 51,683 juta dan imateril Rp 500 juta.