Bahkan, ia menganggap bahwa fokus pada ranking justru cenderung menjebak.
"Ranking itu bukan segala-galanya. Ranking itu cenderung menjebak bahwa anak cerdas itu pada bidang yang berbeda-beda," kata Seto, yang biasa disapa Kak Seto, Kamis (19/12/2019).
"Kalau sistem pendidikan harus menjadikan mereka seragam semua dan melupakan kecerdasan yang lain, itu bertentangan dengan zaman sekarang," lanjut dia.
Berdampak negatif
Menurut Kak Seto, memarahi anak seperti dalam video viral tersebut akan berdampak negatif pada anak.
Anak yang sering dimarahi atau dicaci akan membuat konsep dirinya menjadi rapuh dan pada akhirnya akan memicu perilaku menyimpang.
"Enggak suka sekolah, bolos, atau bahkan memicu berbagai perilaku kekerasan," kata Kak Seto.
Oleh karena itu, ia mengajak para orangtua dan pendidik untuk mengelola emosi dan menyadari bahwa anak-anak bukan "orang dewasa mini".
"Jadi jangan dianggap seumuran. Anak-anak adalah anak dengan segala kerapuhannya, kerentanannya, sehingga dengan bentakan-bentakan begitu, berapa miliaran sel otak yang rusak, rusak dalam arti kognitif dan afektif," ujar Kak Seto.
Jika kerap ditekan dan mendapatkan perilaku emosional orang dewasa, lanjut Seto, anak akan kehilangan rasa percaya diri dan tidak mampu berpikir dengan baik.
PR Nadiem Makarim
Kak Seto mengatakan, pemahaman keliru terkait pendidikan ini menjadi PR bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan harus segera diubah.
Ia menekankan, yang dibutuhkan saat ini bukan hanya spesialis, tetapi super spesialis.
"Anak yang ranking satu ya Matematika-nya bagus, Bahasa Indonesia-nya bagus, Biologi-nya bagus, itu yang tidak bisa dibenarkan," kata Kak Seto.
"Kalau saya mencerminkan ada 5 Rudy, Rudy Habibie, Rudy Salam, Rudi Hartono, Rudy Khairuddin, Rudy Hadi Suwarno. Masing-masing kan memiliki bidang yang berbeda," lanjut dia.
Potensi yang berbeda-beda ini, menurut dia, harus berhasil digali oleh orangtua dan pendidik.