Pertama, kata dia, bangunan rumah bernomor 61, RT 2 RW 7 ini dijadikan sebagai tempat tinggal biasa.
"Kalau penghuni pertama, setahu saya dijadikan rumah biasa," kata dia, kepada TribunJakarta.com, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).
Selang beberapa tahun, bangunan rumah ini dijadikan sebagai kantor advokat.
"Saya tahu itu kantor advokat, soalnya ada plang tulisannya advokat," kata Tursinah.
Bangunan rumah eks tempat aborsi ilegal masih terpasang garis polisi, di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020) sore. (TribunJakarta.com/Muhammad Rizki Hidayat)
Kemudian, pada sekira 2018, rumah tersebut memiliki penghuni baru.
Plang yang tertulis kantor advokat pun dicopot.
"Setahu saya, dua tahun lalu plang kantor advokatnya sudah tidak ada. Ganti penghuni baru," beber dia.
Tursinah pun mengira penghuni baru tersebut sebagai pemilik rumah.
Tursinah juga tak pernah melihat penghuni baru tersebut keluar rumah. Apalagi berbincang dengannya.
"Namanya orang tinggal di kota, mungkin malu jajan di warung saya," ujar Tursinah.
"Jadi, dari tiga penghuni ini, saya tidak pernah tahu siapa-siapa mereka," sambungnya.
Sementara, bangunan rumah eks tempat aborsi ilegal ini juga dekat dengan kantor kelurahan Paseban.
Lurah Paseban, Muhammad Soleh, mengatakan tidak mengetahui sama sekali siapa penghuni yang membuka praktik aborsi ilegal tersebut.
"Tidak tahu siap penghuninya. Mereka juga tidak lapor ke kami ingin minta izin buka usaha atau sebagainya," kata Soleh, saat ditemui TribunJakarta.com, di kantornya, Kamis (20/2/2020) sore.
Saat itu, camat Senen Ronny juga berada di kantor kelurahan Paseban.