Penangkapan Pemeras Pemilik Toko

Terhimpit Kebutuhan Saat Pandemi, Ibu Penggadai KJP di Kalideres Memohon Bantuan Anaknya Tak Dicabut

Penulis: Elga Hikari Putra
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Barang bukti Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang disita polisi dari pelaku.

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, KALIDERES - Ibu dari salah seorang siswa yang menyerahkan Kartu Jakarta Pintar (KJP) sebagai jaminan kepada pemilik toko seragam sekolah berharap Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melalui Dinas Pendidikan memberikan diskresi kepada dirinya. 

“Saya mohon KJP anak saya jangan sampai dicabut,” ucap Nur (31) yang terpaksa menggadaikan KJP anaknya saat ditemui di rumahnya, Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat, Rabu (15/7/2020).

Sebelumnya, Kasubbag TU UPT Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Asriyanto menyebut pihaknya akan mencabut bantuan KJP kepada siswa yang diketahui menggadaikan kartu tersebut.

Larangan penggadaian KJP tertuang dalam Pasal 33 Pergub Nomor 4 Tahun 2018 tentang KJP Plus.

Adapun terungkapnya hal ini dari penangkapan empat pelaku pemerasan terhadap pemilik toko seragam yang memegang 219 KJP di Kalideres, Jakarta Barat.

Dalam kasus ini, korban memegang 219 KJP dari para orangtua murid yang menjadikan kartu itu sebagai jaminan agar bisa mendapat pinjaman uang untuk memenuhi kebutuhan hidup di masa pandemi Covid-19.

Nur memahami apa yang dilakukannya salah. Namun tak ada pilihan lain selain menggadaikan KJP itu agar keluarganya masih bisa makan.

Sebab, suami Nur menjadi korban PHK sehingga membuat keluarganya pontang-panting untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari bayar kontrakan maupun membeli kuota internet untuk kebutuhan sekolah anaknya.

Karenanya, dia terpaksa meminjam uang Rp 500 ribu kepada pemilik toko seragam dengan jaminan KJP sang anak yang masih bersekolah di Sekolah Dasar.

"Kondisi memang kemarin susah. Suami enggak kerja. Kami di tagih bayar kontrakan, dan keluarga kami kekurangan makan,” katanya.

Pemilik toko bantah tuduhan rentenir

Ditemui di tokonya, Tanti Andriani menceritakan kasus pemerasan yang dialaminya.

Tanti adalah pedagang keperluan sekolah di Tegal Alur, Kalideres, Jakarta Barat.

Pada 4 Mei 2020, tokonya didatangi oleh beberapa orang yang mengaku anggota polisi untuk menangkapnya.

Tanti dituduh sebagai rentenir yang menahan Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik para orangtua murid.

Tanti, pemilik toko keperluan sekolah di Kalideres, Jakarta Barat yang jadi korban pemerasan. (TRIBUNJAKARTA.COM/ELGA HIKARI PUTRA)

Sambil merapihkan lipatan baju seragam dagangannya, Tanti membantah tuduhan tersebut.

"Kalau saya rentenir, mending saya jual duit di jalan-jalan, demi Allah saya bukan rentenir," kata Tanti, Rabu (15/7/2020).

Tanti membenarkan bahwa pada 4 Mei 2020 malam, tokonya didatangi oleh para pelaku yang mengaku anggota dari Polda Metro Jaya.

Dia kemudian dibawa berkeliling menggunakan mobil dan diancam akan dibawa ke Mapolda Metro Jaya.

Selama di perjalanan itu, Tanti yang ketakutan dimintai uang Rp 50 juta yang disebut pelaku sebagai jaminan agar dia tak dipenjara.

Karena ketakutan, Tanti akhirnya menyerahkan uang Rp 6 juta kepada pelaku.

Sepuluh hari kemudian, dia melaporkan kasus yang dialaminya ke Polsek Kalideres.

"Malam itu istri saya dibawa malam, kata pelaku dibawa ke Polda, saya cari ke Polda, Polres sampai Polsek tapi enggak ada. Ternyata emang dia enggak dibawa ke Polda, tapi muter-muter aja di Grogol,  orang dia (pelaku) penipu," ujar Usman, suami Tanti.

Gadaikan KJP

Terkait tuduhan rentenir dibantah Tanti.

Namun, dia mengakui bahwa 219 KJP yang jadi barang bukti polisi memang didapat pelaku darinya.

219 KJP itu adalah milik para orangtua yang meminjam uang kepadanya.

Tanti mengaku memang banyak para orangtua murid yang meminjam uang maupun berhutang seragam sekolah kepadanya.

Iba menjadi alasannya meminjamkan uang maupun memberi bantuan hutang seragam kepada para orangtua yang meminta bantuannya.

Terlebih, saat ini sedang pandemik Covid-19, banyak orangtua murid yang kesulitan hingga nekat meminjam uang untuk membeli beragam kebutuhan. 

"Saya orangnya suka iba, saya tadinya juga berawal dari orang susah, jadi kalau ada yang minta bantu ya adalah rasa iba," kata Tanti.

Terkait KJP yang jadi jaminan, Tanti menyebut hal itu atas kesepakatan dengan para orangtua.

Bahkan, dia menyebut juga ada orangtua yang hendak menggadaikan STNK motor kepadanya.

"Tapi kalau STNK itu kan nanti dia mau pakai motornya buat kerja, handphone kan juga dipakai buat anak kan sekolah online makanya saya enggak mau. Jadi saya lebih ke unsur kasihan ya, apalagi sekarang kalau enggak ada jaminan kan susah juga kita minjamin soalnya enggak tahu mereka tinggal dimana," katanya menjelaskan alasannya mengapa menyimpan KJP dari para orangtua murid.

Tanti mengatakan, sampai saat ini juga masih banyak yang datang kepadanya untuk meminjam uang atau meminta keringanan membeli seragam sekolah.

Ratusan siswa penggadai KJP terancam dicabut bantuannya

Ratusan siswa yang menggadaikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) ke pemilik toko perlengkapan sekolah di Kalideres, Jakarta Barat terancam dicabut bantuannya.

Kasubbag TU UPT Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Asriyanto menyatakan, saat ini pihaknya tengah mengusut hal tersebut setelah kasus awalnya terungkap di Polsek Kalideres.

Dikatakannya, larangan penggadaian KJP tertuang dalam Pasal 33 Pergub Nomor 4 Tahun 2018 tentang KJP Plus.

"Kalau di peraturan Pergub, ada salah satu pasal larangan untuk menggadaikan atau menjaminkan KJP, itu sudah jelas. Kemudian orangtua juga gitu, di Pasal 33 dilarang untuk menggadaikan atau menjaminkan KJP dan buku tabungan kepada pihak manapun dan dalam bentuk apapun," kata Asriyanto saat dihubungi, Rabu (15/7/2020).

• Buka Baju Tantang Berkelahi, Pengemudi Mobil Tabrak Polisi di Subang Hingga Tewas, Ini Kronologinya

Asriyanto menjelaskan, untuk sistem pencairan KJP langsung dikirimkan ke rekening masing-masing penerima tanpa perantara.

Namun, diduga banyak orangtua siswa yang tak sabar menunggu waktu cairnya KJP hingga dia nekat menggadaikannya untuk membeli keperluan sekolah. 

"Langsung ke rekening siswa dan itu diumumkan secara terbuka, bahwa akan dicairkan tanggal sekian ke rekening masing-masing," katanya.

Karenanya, Asriyanto mengatakan, siswa yang KJP-nya digadaikan terancam akan dicabut dari daftar yang berhak menerima KJP.

• Komisi Perlindungan Anak Pertanyakan Predikat Kota Layak Anak untuk Kota Depok

"Kalau mereka melanggar, sanksinya jelas. Kalau peserta didik di Pasal 35 nya itu, melanggar salah satu atau akumulatif, dikenakan sanksi penarikan dana KJP dan penghentian KJP-nya," paparnya.

Tak hanya siswa, pemilik toko yang menerima gadaian KJP itu juga terancam diputus kerjasama untuk bisa melayani KJP.

"Dia (pemilik toko) akan masuk daftar yang kita sanksi juga," tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, Polsek Kalideres mengungkap kasus pemerasan yang dilakukan polisi dan wartawan gadungan terhadap pemilik toko perlengkapan sekolah.

• Diasingkan Warga Sekitar, Pasien Covid-19 Asal Tangsel ini Sempat Stres Saat Isolasi Mandiri

Pelaku bermodus menuduh korban menyelewengkan  KJP.

Hal itu karena korban menyimpan ratusan KJP milik orangtua murid yang menitipkan kartu itu kepadanya sebagai jaminan.

Pelaku meminta uang Rp 50 juta dengan alasan sebagai uang damai agar kasusnya tak diteruskan.

Total ada 219 KJP yang diambil pelaku dari korbannya dan kini dijadikan barang bukti hasil kejahatan kelompok ini.

"Jadi orang yang punya KJP datang (ke toko korban) beli seragam. Tapi enggak punya duitkan. Karena ini pas pencairan misal jumlahnya Rp 1 juta, hutangnya cuma Rp 200, nah Rp  800 dikembalikan berikut kartunya," kata Kanit Reskrim Polsek Kalideres, AKP Syafri Wasdar.

Dalam kasus ini, polisi telah menangkap empat pelaku yakni Widodo alias Budi, Arista alias Aris, Suwanto alias Awi dan Romanudin yang ditangkap di wilayah Cengkareng dan Jelambar, Jakarta Barat.

Semenatara masih ada dua pelaku lagi berinisial RO dan AN yang sedang diburu.
Atas perbuatannya, pelaku dikenakan Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dengan ancaman maksimal sembilan tahun penjara.

Berita Terkini