Seperti diungkapkan oleh akun @efenerr yang mengunggah cerita temannya yang berprofesi sebagai guru SD di Magelang, Jawa Tengah.
Dalam twitnya, @efenerr menyebut temannya ini melakukan kunjungan dan pembelajaran luring ke rumah siswa-siswanya, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk diadakannya pembelajaran daring secara ideal.
Dilakukan saat MPLS
Saat dikonfirmasi terkait unggahan tersebut, Ifan Mustika Rinaldi, guru kelas VI SD Negeri Growong, Kecamatan Tempuran, Magelang, Jawa Tengah, mengatakan, kunjungan ke rumah siswa itu dilakukan selama tiga hari saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
"Hari pertama kami cuma nge-share video-video pengenalan lingkungan sekolah dan profil guru. Selanjutnya pada hari ketiga, bagi siswa-siswa yang tidak punya HP, kami kunjungi satu-satu. Khusus untuk yang kelas satu saja," kata Ifan dilansir dari Kompas.com (18/7/2020).
Tidak hanya Ifan seorang, kunjungan ini juga dilakukan oleh guru-guru di SD N Growong yang totalnya berjumlah delapan orang.
Sementara untuk jumlah siswa kelas 1 ada 12 orang, dan secara total jumlah siswa di SDN Growong ada 108 orang.
"Karena rumahnya (siswa) kan berjauhan. Desa kami itu ada empat dusun, jadi gurunya dibagi untuk tiap-tiap dusun. Karena jalannya yang mungkin agak susah, jadi bersama-sama, dua-dua gitu. Memang aksesnya agak sulit," kata Ifan.
Daring dianggap tidak efektif
Ifan menyebut bahwa pembelajaran daring sebenarnya tidak ideal, terutama bagi siswa yang masih duduk di kelas satu.
"Kelas satu belum bisa apa-apa, belum bisa nulis, (tulis) namanya sendiri saja belum bisa. Orangtua juga kesulitan, karena mereka bekerja. Akhirnya anak main sendiri," kata Ifan.
Untuk siswa di tingkat yang lebih atas, karena pembelajaran daring tidak memungkinkan, maka siswa hanya diberikan tugas yang nantinya diambil oleh orangtua di sekolah.
"Kalau tugas-tugas saja, itu namanya bukan pembelajaran. Kami bingung juga ini sebagai guru di daerah terpencil. Kalau Jakarta kan enak, mau Zoom mau apa bisa, lha kami? di sini HP Android saja belum punya," kata Ifan.
Kendala utama menurutnya adalah minimnya sinyal telekomunikasi di daerah tempatnya mengajar.
Sekolah tempat Ifan mengajar terletak di daerah pegunungan, sehingga akses untuk sinyal komunikasi terbilang sulit.
"Kadang-kadang orang tua menghubungi saya 'Maaf pak guru, saya harus naik gunung biar dapat sinyal', atau 'Maaf pak guru saya harus pergi ke kebun biar dapat sinyal'. Maka mereka yang punya WA itu mengirimkannya (tugas) kadang-kadang malam hari, saat orang lain sudah pulang, atau minta tolong tetangganya yang punya HP untuk mengirimkan, lama-lama kan enggak enak juga," kata Ifan.