"Tarif Rp 1,5 juta setiap kali kencan singkat. Biasanya pakai aplikasi MiChat. Sekali main paling lama juga 15 menit," akunya.
Gadis berparas rupawan ini mengaku tinggal di bilangan Jakarta Barat.
Mulanya, Dinda sebatas administrator yang melayani transaksi pelanggan via aplikasi media sosial lalu meneruskannya kepada para wanita penyedia jasa.
Lantaran tergiur mudah mendapatkan rupiah yang menjanjikan, Dinda pun terlibat langsung menerima dan melayani para pelanggan.
Paling apes jika di hari itu sepi tamu yang membookingnya, Dinda masih bisa menyisihkan uang sampai Rp 1 juta untuk ditabung, dan paling banyak Rp 2,5 juta.
"Sesepi-sepinya satu hari bisa nyelengin Rp 1 juta. Paling banyak Rp. 2,5 juta," ujar Dinda.
Untuk mengurangi rasa sakit karena banyak melayani tamu, Dinda tidak jarang mengkonsumsi minuman keras yang biasa ia beli di beberapa toko kedai kopi di Jakarta Barat.
Baginya, pelumas bukan jaminan untuk terhindar dari rasa sakit. Lagipula, kata Dinda, harus melayani syahwat orang-orang yang bukan kesayangan.
"Apalagi kebanyakan tamu saya seumuran almarhum papa," kata gadis yang kerap mengenakan pakaian seksi ini.
Dinda tidak menampik, pernah menikmati hubungan intim dengan tamu yang ia sukai karena berparas tampan dan sopan.
"Tapi jarang banget orang ganteng, sopan, dan baik. Biasanya mah gitu ya. Mau gimana lagi, namanya juga tamu punya uang, ya mau enggak mau kita wajib layani," akunya.
Tak semua uang penghasilannya dari menjual diri Dinda pakai.
Ia harus menyisihkan sebagian untuk keperluan pengobatan ibunya yang menderita diabetes.
"Buat beli obat mama kena gula. Makanya saya berani terjun kayak gini. Habis, dulu waktu kerja di toko jangankan buat beli obat, buat ongkos sama makan saja sudah kurang," katanya manja.
Selain untuk obat ibunya, Dinda menggunakan sebagian lain untuk perawatan wajah dan kulitnya di klinik kecantikan.