Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Pakar hukum kesehatan dr. Nasser menjelaskan ada kekeliruan anggapan Rizieq Shihab di kasus tes swab di RS UMMI Bogor yang diduga ditutupi dari Satgas Covid-19 Kota Bogor.
Yakni bahwa Rizieq memiliki hak menolak hasil tes swab PCR-nya saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 lalu disampaikan ke Wali Kota Bogor Bima Arya atau Gubernur Jawa Barat.
TONTON JUGA
Kepada Nasser yang dihadirkan jadi saksi ahli dari tim kuasa hukum Rizieq, dia bertanya apakah tindakan membuat surat pernyataan menolak hasil tes swab PCR-nya dilaporkan ke Satgas Covid-19 benar.
"Seperti tadi yang bapak katakan, ke Satgas, kemudian ke Wali Kota, atau Gubernur yang tidak ada kaitan dengan kesehatan. Pertanyaan adalah apakah perbuatan pasien tadi dilindungi UU Kesehatan atau UU yang serupa dengan itu," tanya Rizieq ke Naseer di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (11/5/2021).
Nasser awalnya menjawab bahwa tindakan Rizieq yang menolak hasil tes swab PCR-nya dilaporkan ke Satgas Covid-19 benar dan diatur UU karena menyangkut kerahasiaan pasien.
Tanpa membuat surat pernyataan, Rizieq bisa menolak hasil tes swab PCR-nya saat dirawat di RS UMMI Bogor dipublikasikan ke pihak tidak berwenang, kecuali ada pertimbangan kepentingan nasional.
"Yang dibuat oleh pasien itu sebetulnya tidak banyak bermanfaat, karena apa? Karena itu memang menjadi hak pasien dan UU menyatakan itu tidak bisa dibuka. Jadi ada atau tidak ada surat itu tidak bermakna," jelas Nasser.
Baca juga: Akui Sangat Kehilangan, Sang Adik Janji Sekolahkan Anak Sapri Pantun
Baca juga: John Kei Sidang Tuntutan Virtual, Polisi Bersenjata Laras Panjang Tetap Dikerahkan ke PN Jakbar
Baca juga: 1,2 Juta Warga Jakarta Mudik Lebaran 2021, Datang ke Ibu Kota Lagi Wajib Swab PCR
Tapi Nasser menuturkan Rizieq keliru bila beranggapan Wali Kota dan Gubernur di wilayah pasien dirawat tidak memiliki hak meminta laporan hasil tes PCR untuk keperluan penanganan pandemi Covid-19.
Alasannya Dinas Kesehatan yang berwenang menangani masalah kesehatan di satu wilayah tempat RS pasien berada di bawah naungan Dinas Kesehatan pemerintah daerah, dalam hal ini Wali Kota dan Gubernur sebagai pimpinan.
"Begini pak, jangan salah paham. Yang tidak punya urusan itu adalah Satgas (Covid-19), tapi Wali Kota dan Gubernur punya. Karena Dinas Kesehatan yang saya bilang tadi mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kerumahsakittan itu di bawah Wali Kota, di Provinsi di bawah Gubernur pak," lanjut dia.
Hanya saja Nasser menjelaskan ada kesalahan bila Wali Kota atau Gubernur meminta hasil tes swab PCR seorang pasien terindikasi Covid-19 melalui Satgas Covid-19 daerah yang dipimpinnya.
TONTON JUGA
Pun masing-masing Wali Kota dan Gubernur merupakan Ketua Satgas Covid-19 di tingkat wilayah, mereka tetap harus meminta hasil tes swab seorang pasien lewat Dinas Kesehatan.
"Cuman dia (Wali Kota/Gubernur) salah kejar, kalau dia mengejar lewat Satgas. Secara administrasi dia salah kejar, harusnya yang dia kejar Dinas Kesehatan. Dia bisa mengeluarkan surat ke RS, bahwa perhatian anda menjadi perhatian kami," kata Naseer.
Nasser menyebut bahwa Dinas Kesehatan pemerintah daerah memiliki kewenangan terhadap seluruh RS di wilayahnya, termasuk RS swasta sehingga dapat meminta laporan terkait satu pasien.
Sebagai dokter, menurutnya tidak ada satu pun RS yang mau memiliki masalah dengan Dinas Kesehatan pemerintah daerah karena dapat berdampak buruk bagi kelangsungan suatu RS.
Baca juga: 1,2 Juta Warga Jakarta Mudik Lebaran 2021, Datang ke Ibu Kota Lagi Wajib Swab PCR
"Itu celaka pak, RS tidak mau seperti itu, tidak mau berurusan. Jadi ini soal pendekatan saja pak, tolonglah hal seperti ini, ini tindak pidana ringan lah kalau di jalan raya disebut tipiring, bukan persidangan seperti ini. Terima kasih Yang Mulia," tuturnya.
Mendengar jawaban Nasser, Rizieq lalu menyudahi gilirannya bertanya dan pada akhir sidang menyatakan bahwa keterangan Nasser sebagai ahli sudah sesuai dengan dengan kapasitasnya.
Dia menyampaikan terima kasih kepada Nasser dan ahli sosiologi hukum Musni Umar yang bersedia menjadi saksi ahli dari pihaknya guna membantah dakwaan JPU di kasus tes swab RS UMMI Bogor.
"Terima kasih banyak dr. Muhammad Naseer, terima kasih Majelis Hakim Yang Mulia," kata Rizieq.
Pada sidang sebelumnya Wali Kota Bogor Bima Arya termasuk satu saksi dihadirkan JPU, kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dia merinci kesalahan yang dilakukan tiga terdakwa.
TONTON JUGA
"Beliau (Rizieq Shihab) tidak berkenan untuk menyampaikan, menginformasikan tentang hasil dari tes swab PCR-nya," jawab Bima saat ditanya Majelis Hakim kesalahan Rizieq menurutnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (14/4/2021).
Menurutnya sikap Rizieq yang menolak melaporkan hasil tes swabnya saat menjalani perawatan di RS Ummi sudah menghalangi kerja Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor.
Yakni bahwa setiap hasil tes warga yang menjalani perawatan di fasilitas kesehatan wilayah Kota Bogor, baik terkonfirmasi Covid-19 atau tidak wajib dilaporkan ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Laporan hasil tes ini yang menentukan langkah bagaimana tracing (penelusuran riwayat kontak), dan treatment yakni bagaimana penanganan terhadap pasien selama menjalani perawatan.
Baca juga: 1,2 Juta Warga Jakarta Mudik Lebaran 2021, Datang ke Ibu Kota Lagi Wajib Swab PCR
Sementara untuk Muhammad Hanif Alatas yang merupakan menantu Rizieq, Bima menuturkan Hanif sebagai pihak keluarga juga tidak menyampaikan hasil tes swab Rizieq saat dirawat di RS UMMI.
"Beliau (Muhammad Hanif Alatas) menyepakati untuk menyampaikan informasi terkait swab (Rizieq Shihab) pada hari Kamis 26 November 2020 atau Jumat malam, tapi itu tidak kami dapatkan," ujarnya.
Baca juga: Janji Komedian Sapri Pantun Sebelum Kritis: Kalau Sembuh Total, Saya Janji Tidak Tinggalkan Salat
Terhadap Dirut RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat yang juga jadi terdakwa dalam kasus tes swab Rizieq Shihab, Bima menyebut bahwa saat kejadian Andi tidak koperatif terkait perawatan Rizieq.
Padahal sebagai fasilitas kesehatan yang menangani pasien Covid-19, RS UMMI wajib berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor terkait upaya penanganan pandemi.
TONTON JUGA
Hal ini yang membuat pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor melaporkan pihak RS UMMI ke Polres Bogor Kota sebelum penanganan kasus diambil alih Bareskrim Polri.
"Apabila sejak awal pihak rumah sakit kooperatif, persidangan ini tidak perlu ada. (Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor) Merasa terhalangi karena tidak ada kejelasan terhadap seluruh tahapan protokol kesehatan penanganan Covid-19," tuturnya.