Sidang Rizieq Shihab

Status Bekas Narapidana Perberat Tuntutan Rizieq Shihab di Kasus Kerumunan Megamendung

Penulis: Bima Putra
Editor: Erik Sinaga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rizieq Shihab dituntut 10 buan penjara kasus kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung Markaz Syariah di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (17/5/2021)

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Status bekas narapidana memperberat tuntutan terhadap Rizieq Shihab dalam kasus kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung, Bogor.

Dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan status tersebut jadi bahan pertimbangan memperberat tuntutan Rizieq.

Yakni bahwa Rizieq melanggar pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan sehingga meminta Majelis Hakim menjatuhkan vonis hukuman 10 bulan penjara.

"Hal yang memberatkan, pertama terdakwa pernah dihukum sebanyak dua kali dalam perkara pasal 160 KUHP tahun 2003, dan perkara 170 KUHP pada tahun 2008," kata JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (17/5/2021).

Kasus 160 KUHP di tahun 2003 dimaksud yakni putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam kasus Rizieq menghasut warga melakukan perusakan sejumlah tempat hiburan pada tahun 2002.

Pada kasus tersebut Rizieq divonis tujuh bulan penjara, sementara kasus 170 KUHP tahun 2008 dimaksud yakni kerusuhan di Monas, Jakarta Pusat yang membuat Rizieq divonis 1,5 tahun penjara.

Rizieq dinyatakan bersalah menganjurkan kekerasan terhadap orang atau barang dalam Pasal 170 KUHP juncto Pasal 55 KUHP menggerakkan pengeroyokan dan pembiaran tindakan kekerasan.

Kerusuhan ini terkait keributan antara anggota Front Pembela Islam (FPI) dengan Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) saat kegiatan di Monas, Jakarta Pusat.

Kawasan Puncak Bogor Jawa Barat dipadati jemaah simpatisan dari Front Pembela Islam (FPI) dalam menyambut kedatangan Rizieq Syihab pada Jumat (13/11/2020). (Kompas.com/AFDHALUL IKHSAN)

"Kedua tidak mendukung program pemerintah dalam percepatan pencegahan Covid-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan masyarakat," ujar JPU.

Dalam hal ini kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural Megamendung pada 13 November 2020 lalu dianggap memengaruhi penambahan kasus terkonfirmasi Covid-19.

Pertimbangan ketiga yang memberatkan tuntunan Rizieq di kasus kerumunan Megamendung bahwa eks pimpinan FPI itu menganggu keamanan, ketertiban, dan menimbulkan keresahan warga.

"Keempat terdakwa tidak menjaga sopan santun dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan. Hal-hal yang meringankan adalah terdakwa diharapkan dapat memperbaiki diri pada masa yang akan datang," tutur JPU.

Dalam kasus ini Rizieq disangkakan pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan yakni: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pada dakwaan kedua Rizieq disangkakan 14 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 1948 tentang Wabah Penyakit Menukar, sementara pada dakwaan ketiga JPU menyatakan Rizieq melanggar ikpasal 216 ayat 1 KUHP.

Baca juga: BREAKING NEWS: Rizieq Shihab Dituntut 10 Bulan Penjara di Kasus Kerumunan Megamendung

Dalam sidang pemeriksaan saksi fakta sebelumnya JPU menghadirkan Kasatpol PP Kabupaten Bogor Agus Ridhallah yang merupakan pelapor dalam kasus kerumunan warga di Megamendung.

Agus menuturkan sejak tanggal 12 November 2020 Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor sudah berupaya mengantisipasi kerumunan warga karena saat itu Rizieq baru saja tiba di Indonesia setelah sekitar 3 tahun di Arab Saudi.

Di antaranya dengan memasang spanduk imbauan protokol kesehatan di sekitar Pondok Pesantren Alam Agrokultural dan menggelar apel antipasi pengamanan mengantisipasi kerumunan warga.

Tapi upaya antisipasi Satgas Covid-19 Kabupaten Bogor tak berhasil sehingga muncul kerumunan warga yang jumlahnya diperkirakan mencapai 3.000 orang pada 13 November 2020.

Baca juga: Polda Metro Jaya Perpanjang Operasi Ketupat Hingga 24 Mei, Jumlah Titik Penyekatan Ditambah

"Jadi kerumunan itu bermula dari Simpang Gadog, terus naik ke atas, sampai ke lokasi Pondok Pesantren Alam Agrokultural. Saya kebetulan tidak di lokasi, tapi dari hasil laporan yang hadir cukup banyak. Kurang lebih 3.000 an di lapangan. Mereka berkerumun," kata Agus, Senin (19/4/2021).

Agus menyebut sedari awal kegiatan penyambutan dan peletakan batu pertama pembangunan melaporkan kasus kerumunan warga di Pondok Pesantren Alam Agrokultural memang tak berizin.

Menurutnya selama pandemi Covid-19 seluruh kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan harus ada pernyataan kesanggupan dari pihak panitia penyelenggara, dalam hal ini Rizieq.

Baca juga: Pelaku Perampokan dan Pemerkosaan Gadis ABG yang Sedang TikTok-an, Berprofesi Sebagai Tukang Parkir

"Tidak ada, tidak ada (mengajukan izin). Seharusnya untuk satu kegiatan maksimal hanya 150 orang, kemudian panitia harus menandatangani mematuhi protokol kesehatan ke Camat," lanjut Agus.

--

Berita Terkini