Disiksa Sampai Meninggal, Jenazah Tahanan Kerangkeng Bupati Langkat Dimandikan Air Kolam Ikan

Penulis: Bima Putra
Editor: Jaisy Rahman Tohir
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kanan) dan Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK Muhammad Ramdan saat memberi keterangan terkait kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati non aktif Langkat, Jakarta Timur, Rabu (9/3/2022).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendapati serangkaian tindak pidana keji pada kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan berdasarkan investigasi pihaknya temuan tindak pidana meliputi penganiayaan, penyiksaan, perbudakan, merendahkan martabat.

Tindak pidana perdagangan orang, hingga penistaan agama yang melibatkan banyak pelaku mulai dari Terbit, pihak sipil, pegawai negeri sipil (PNS), hingga diduga oknum anggota TNI-Polri.

"Kami buat dua kategori, penganiayaan sedang dan berat. Ini semua korban, semua orang dalam kerangkeng itu mengalami kekerasan," kata Edwin di kantor LPSK, Rabu (9/3/2022).

Penganiayaan ringan seperti ditampar, ditendang, dipaksa tidur beralas daun yang menyebabkan gatal, kepala diinjak, disiram air garam, hingga dibenamkan ke dalam kolam ikan.

Baca juga: LPSK Temukan 7 TNI dan 5 Polisi Diduga Terlibat Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Sementara penganiayaan berat mencakup dipukul menggunakan selang kompresor, kunci inggris, batu, balok, palu, tubuh diteteskan plastik yang dibakar, disundut rokok, disetrum.

"Ada korban cacat, banyak korban cacat. Ada jari tangan putus, dibakar didada. Jadi baja ringan dibakar kemudian ditempelkan ke dada. Jari dipukul pakai palu sampai terbelah jarinya," ujarnya.

Kondisi di salah satu ruangan tahanan pribadi milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin, Rabu (26/1/2022) (Tribun Medan/Fredy Santoso)

Kemudian ada korban yang mengalami pincang karena kaki dilempar ganco, empat gigi tanggal empat, jari kaki kanan dan kiri cacat karena didudukkan pada kursi besi, kemaluan disundut rokok.

Akibatnya belasan korban mengalami gangguan jiwa, stres lantaran setiap hari disiksa, diperbudak sebagai buruh dengan jam kerja nyaris 24 jam, dan diberi makan tidak layak.

Penyiksaan juga mengakibatkan sejumlah korban meninggal, dan biadabnya ada jenazah yang dimandikan dengan air kolam ikan oleh 'pengurus' kerangkeng lalu dikafankan begitu saja.

"Sepanjang saya melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang lebih 20 tahun saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini. Belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," tutur Edwin.

Pernyataan Edwin sebagai pimpinan LPSK yang menangani perlindungan korban berbagai kasus tindak pidana, mulai pidana umum hingga terorisme atas kejinya kasus Langkat bukan tanpa sebab.

Polda Sumut membongkar dua kuburan yang diduga korban penganiayaan di kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Peranginangin pada Sabtu (12/2/2022). (Polda Sumut via Kompas.com)

LPSK menemukan ada serangkaian perbuatan merendahkan martabat seperti dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain, dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.

"Jadi kedua korban disuruh berhubungan (seks) dan direkam. Dipaksa mengunyah cabai setengah kilogram. Sudah dikunyah lalu cabai itu dilumuri ke muka, kemudian dioles ke alat kelamin," lanjut dia.

Halaman
12

Berita Terkini