Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyinggung penetapan delapan tersangka dalam kasus kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Rencana Perangin Angin.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan berdasar investigasi pihaknya lewat keterangan para korban jumlah pelaku yang terlibat dalam kasus kerangkeng manusia sebanyak 19 orang.
Bukan hanya delapan orang seperti yang dinyatakan tersangka oleh Polda Sumatera Utara dengan sangkaan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
"Kalau dari informasi yang LPSK dapat dari para korban itu setidaknya ada 19 orang pelaku. Ini termasuk oknum anggota TNI-Polri," kata Edwin saat dikonfirmasi di Jakarta Timur, Selasa (22/3/2022).
Untuk anggota TNI proses hukumnya memang ditangani Polisi Militer (Puspom) dan peradilannya ditangani Pengadilan Militer, beda dengan sipil dan anggota Polri yang ditangani secara umum.
Baca juga: Temui Mahfud MD, LPSK Beri Satu Bundel Hasil Temuan Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat
Tapi jumlah delapan tersangka yang ditetapkan Polda Sumatera Utara ini lebih sedikit karena berdasar temuan LPSK sedikitnya ada 12-15 orang sipil terlibat dalam kasus kerangkeng.
Tidak hanya jumlah tersangka yang lebih sedikit, LPSK mempertanyakan alasan Terbit dan anaknya berinisial DW tidak termasuk dalam delapan tersangka ditetapkan Polda Sumatera Utara.
"Kalau TRP (Terbit Rencana Perangin Angin) jelas belum ada (di daftar delapan tersangka), tapi kalau anaknya ada atau tidak kita masih tebak-tebak buah manggis (menerka-nerka)," ujarnya.
Sementara berdasar temuan LPSK yang sudah disampaikan kepada Menko Polhukam Mahfud MD sosok Terbit dan DW paling diuntungkan dengan keberadaan kerangkeng manusia.
Edwin pun mempertanyakan peran delapan tersangka ditetapkan Polda Sumatera Utara apakah merupakan dalang dari TPPO pada kerangkeng manusia berkedok panti rehabilitasi narkoba.
Pasalnya berdasar investigasi LPSK para tahanan kerangkeng diperbudak dengan cara dipaksa bekerja di perkebunan dan penyediaan pakan ternak milik Terbit tanpa mendapat upah sama sekali.
"Apakah yang ditetapkan sebagai tersangka adalah orang yang memiliki kepentingan perbudakan tersebut. Jadi yang mengkerangkeng siapa, tujuannya apa, yang menahan siapa?," tuturnya.
Lebih lanjut, Edwin mengatakan berdasar temuan LPSK tindak pidana dalam kasus kerangkeng manusia di Langkat diduga tidak hanya TPPO dan pembunuhan seperti diungkap Polda Sumatera Utara.
Di antaranya kekerasan pada anak, penistaan agama, penganiayaan atau penyiksaan yang tidak disangkakan kepada delapan tersangka ditetapkan Polda Sumatera Utara.