Kedua, menyoal dugaan unsur kesengajaan.
Ia menduga ada unsur ini dari masalah proyek ITF yang belum juga bisa terselesaikan.
"Kedua, kelihatan Pemprov DKI, oknum-oknum Pemprov DKI lebih menikmati, para pengambil kebijakan lebih menikmati sampah itu dikelola oleh yang slma ini berjalan dengan Bantargebang itu.
Di situ kan ada anggaran yang memang dihibahkan cukup besar di sini. Kelihatannya para pejabat menikmati mengambil keputusan itu menikmati adanya anggaran yang besar terhadap hibah pengelolaaan sampah di Bantargebang," lanjutnya.
"Ya ke sana, sudah menjadi penyakit yang akut. Jadi ya korupsi yang akut itu. Jadi korupsi yang akut itu persoalan Bantargebang, karena kan selama ini keluhan-keluhan di bantargebang sendiri seiring dgn meluasnya bau, meluasnya banyaknya sampah juga.
Itukan mereka juga sering, karena apa? karena uang diterima itukan kecil sekali di tingkat masyarakat, RT, RW sekitar situ. Jadi keliatannya itu ada unsur kesengajaan," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Widi Amanasto ungkap alasan dibalik bengkaknya biaya pembangunan intermediate treatment facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara dari Rp4 triliun menjadi Rp5,2 triliun.
Hal ini dibeberkannya dalam rapat bersama Komisi D DPRD DKI terkait pengelolaan sampah yang berlangsung pada Senin (24/5/2022) kemarin.
"Pertama, pengajuan pinjaman kita waktu SMI (PT SMI). Kita ajukan SMI nilai Rp4 T. Bunga yang kita bayarkan melalui Pemprov ke SMI sekitar Rp 1,2 triliun. Jadi total yang harus dibayarkan adalah Rp5,2 triliun, karena ini pinjaman komersial melalui SMI yang dulu di banggar tidak diterima," katanya.
Secara singkat, penambahan biaya ini lantaran pembayaran bunga yang ada yakni sebesar Rp1,2 triliun.
Baca juga: JIS dan Sirkuit Formula E Dikebut, ITF Sunter Mangkrak, DPRD: Olahraga Lebih Penting dari Sampah?
Padahal dalam RAPBD 2022, Jakpro mengajukan persetujuan dana pinjaman ke pihak DPRD DKI sebesar Rp4 triliun.
"Ini sebenarnya di luar perjanjian yang dilakukan dengan Fortum (PT Fortum Finlandia), sehingga mereka mundur dan mereka akuisisi dari keseluruhan,"
"Sekarang kita bebas pilih mitra siapapun, kita waktu itu tidak pilih mitra tapi melalui pinjaman menggunakan SMI yang kita masalahkan, jadi problematika tidak berjalannya ini," paparnya.
Membengkaknya dana ini pun sempat ditanyakan oleh Ketua Komisi D DPRD DKI Ida Mahmudah.
"Itu anggarannya tidak sebesar ini. Tidak sebesar Rp 5,2 (triliun). Waktu iti sekitar 4 Triliun. Bahkan sy katakan kepada fortun ini kalau mau di tekan sebenarnya Rp 3 T cukup. Kalau mau ditekan," ucapnya.