TRIBUNJAKARTA.COM - Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai NasDem pada Kamis (16/6/2022).
Dalam acara tersebut, Jusuf Kalla memberikan materi seminar di Rakernas Partai NasDem yang bertajuk 'Perjalanan Bangsa dalam Kepemimpinan Nasional' .
Rakernas Partai NasDem juga menunjukkan nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan paling banyak diusulkan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
Nama Anies Baswedan bersaing ketat dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di peringkat kedua.
Total ada 32 DPW Nasdem yang menjagokan Anies Baswedan maju sebagai Presiden.
Baca juga: Nama Anies di Peringkat Teratas Disusul Ganjar, Surya Paloh Bakal Umumkan Kandidat Capres Malam Ini
Namun, Gubernur DKI Jakarta itu ternyata bukan pilihan DPW Kalimantan Timur dan Papua.
Sementara itu, Jusuf Kalla menyebutkan tahun ini merupakan tahun romantis untuk berpolitik.
Sebab, di tahun ini banyak pihak yang sedang mencari pasangan untuk bisa maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Banyak yang katakan tahun ini politik akan panas. Saya katakan tidak, ini yang romantis," kata JK.
"Karena sama kayak orang pacaran, semua cari pasangan yang cocok, memenuhi syarat, cari pasangan. Begitulah suasana politik. Kadang keras, romantis, ujungnya yang terbaik terpilih. Memang tidak mudah jadi tahun romantis karena banyak hal jadi faktor," imbuhnya.
Baca juga: Anies Didesak PDIP, Wagub DKI Tanggapi Santai Soal Permintaan Auditor Hitung Untung Rugi Formula E
Menurut JK, elektabilitas menjadi satu di antara beberapa faktor kendala para aktor politik mencari pasangan.
"Pasangan, partai dan elektabilitas. Ini jadi satu suasana sulit. Elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai. Ada yang terbaik punya partai, punya partai tapi tidak terbaik," ucapnya.
Selain itu, parliamentary thershold yang tinggi juga menjadi faktor.
JK menilai parliamentary threshold sering kali menjadi batu sandungan partai-partai karena mereka ingin mengusung kader, namun tidak bisa karena terhalang syarat persentase untuk mengajukan calon.
"Partai yang menengah atas itu, ya, memenuhi syarat. Tapi kalau elektabilitas tinggi tapi tidak ada partai? Jadi bagaimana gabungan dua ini? Jadi yang ambil peranan bukan partai besar, tapi partai menengah," tandasnya.