Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Di tengah pesatnya pembangunan yang dominan menyasar pusat kota, masih banyak warga berjuang dari garis kemiskinan di Jakarta, tepatnya di daerah pinggiran.
Para warga miskin itu tinggal seadanya di bantaran kali, hidup menantang maut di pinggir rel, hingga meratapi nasib di kolong tol.
Satu contohnya ialah satu kelompok kusir delman yang hidup dan tinggal belasan tahun menjadi manusia kolong Tol Wiyoto Wiyono di wilayah Kelurahan Sungai Bambu, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Para kusir delman merupakan pendatang dari Jawa Barat hingga Jawa Tengah
Mereka sudah belasan tahun menetap di gelapnya kolong Tol Wiyoto Wiyono.
Sebagai manusia kolong tol, para penunggang kuda ini tidur dan makan dalam suasana minim cahaya menjaga kuda-kuda sumber mata pencaharian mereka.
Baca juga: Cerita Rumah Warga Miskin Menteng Disambangi DPRD: Tak Diberi Bantuan, Cuma Ditempel Stiker Doang
Sedikitnya ada belasan kusir delman dengan 10 kuda yang tinggal di kolong tol tersebut. Para kusir delman itu sudah tinggal di kolong Tol Wiyoto Wiyono sejak 2008.
Satu di antara koloni manusia kolong Tol Wiyoto Wiyono itu adalah Alimudin (42).
"Awalnya nggak di sini (Sungai Bambu), tahun 2008 baru ke tempat ini. Sebelumnya di Pedongkelan," kata Alimudin di lokasi, Selasa (21/6/2022) petang.
Kolong Tol Wiyoto Wiyono menjadi tempat Awaludin dan rekan-rekannya sesama komunitas kusir delman berteduh sejak tahun itu.
Mereka membangun bangunan semi permanen seadanya yang bisa ditempati untuk tidur, makan, maupun sekadar beristirahat pasca-berkeliling kota.
Di kolong tol itu pula para kusir delman ini menempatkan kuda-kudanya.
Jangan berharap jalan beraspal apalagi lantai rumah kinclong, area tempat tinggal manusia kolong Tol Wiyoto Wiyono dipenuhi kotoran kuda dan becek.
Alhasil, jalan setapak menuju ke area tempat tinggal para kusir delman ini pun penuh kotoran kuda dan becek.
Bau tidak sedap sudah pasti tak terelakkan, meski dianggap sudah biasa oleh para kusir delman ini.
"Saya di sini tidurnya, sudah terbiasa sih sama keadaannya," kata Andi Sopandi (28), kusir delman lainnya.
Baca juga: Warga Miskin di Menteng Dekat Rumah Wapres hingga Dubes Mencapai 18 Ribu Jiwa
Baca juga: Pembangunan Tinggal 0,5 Persen dan Segera Diresmikan, Kawasan JIS Masih Dipenuhi Bedeng-bedeng
Andi bercerita, seperti rekan-rekan lainnya, rutinitas harian para kusir delman terbilang tak begitu istimewa.
Andi biasanya bangun pagi untuk mencari pakan buat kuda-kudanya.
Setelah itu, Andi beristirahat hingga sekitar pukul 15.00 WIB sebelum akhirnya berangkat sekitar pukul 16.00 WIB.
Sebelum berangkat, para kusir delman ini akan menyiapkan peralatan yang dikenakan ke setiap kuda, seperti tapal, sadel, dan lainnya.
Baru lah ketika semua siap, kusir akan berangkat ke rute-rute yang telah ditentukan.
"Saya (keliling) di Kemayoran doang sama di Taman Segitiga (Gorontalo, Tanjung Priok), dari jam 4 sampe jam 10 malam," kata Andi.
Dalam sehari berkeliling, penghasilan Andi sangat tak menentu.
Jika sedang ramai-ramainya, palingan Andi hanya mengantongi Rp 100-200 ribu sekali berkeliling.
Itu pun dirinya harus setoran lagi.
"Soalnya itu kalau anak kecil bayarnya Rp 5 ribu, kalo orang dewasa Rp 10 ribu," ucapnya.
Baca juga: Harga Cabai Rawit Merah Tembus Rp120 Ribu, Pedagang Warteg Kurangi Porsi Makanan
Andi yang sudah belasan tahun menjadi kusir delman dan tinggal di kolong tol itu hanya bisa bersyukur dengan hidup yang dimilikinya.
Meski tak bergelimang harta, Andi tetap bersyukur masih bisa makan dan tinggal seadanya dalam kondisi kemiskinan di Jakarta.
"Ya kalau dibilang nggak cukup harus dicukup-cukupin, intinya kita bersyukur," ucapnya menguatkan diri. (*)