Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, PASAR REBO - Korban kekerasan seksual motivator Julianto Eka Putra memastikan tidak menuntut sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Jawa Timur ditutup.
S, korban kekerasan Julianto mengatakan sejak awal melaporkan kasus dialami ke Polda Jawa Timur pada tahun 2021 lalu dia dan korban lainnya tidak berharap agar SPI ditutup.
"Sama sekali tidak ada niatan untuk menutup sekolah. Saya di sini merupakan perintis dari SPI dan saya sangat mencintai sekolah tersebut," kata S di kantor Komnas PA, Selasa (12/7/2022).
Sebaliknya S mengaku sangat mencintai SPI yang digagas sebagai sekolah gratis bagi anak yatim piatu dan kurang mampu, serta berterima kasih pernah mengenyam pendidikan di SPI.
Rasa cinta ini yang membuat S melaporkan perbuatan keji SPI, dengan harapan adik-adik kelasnya yang masih mengenyam pendidikan tidak mengalami nasib serupa.
"Rasa cinta saya, saya mau buktikan bersama dengan teman saya yang menjadi korban dengan memutus rantai dari kejahatan seksual yang terjadi," ujar S.
Baca juga: Julianto Eka Putra Ditahan, Korban Kekerasan Seksual di SPI Merasa Aman
S menuturkan hal yang dia harapkan adalah agar adanya perombakan manajemen SPI sekarang karena tutup mata kasus kekerasan seksual dan eksploitasi dilakukan Julianto.
Dia mencontohkan sikap manajemen sekolah SPI ketika korban kekerasan seksual Julianto Eka Putra melapor ke pihak yayasan yang tidak mengambil langkah apapun, justru melakukan kekerasan kepada korban.
"Bahkan kami diberikan kekerasan verbal dan kekerasan fisik di sana. Jadi sekali lagi kami tidak ada niatan untuk menutup sekolah itu. Kami ingin memperbaiki sekolah itu," tuturnya.
J, korban kekerasan seksual Julianto lainnya juga menuturkan sejak awal tidak pernah bertujuan agar SPI ditutup karena mengetahui anak-anak di SPI dalam kategori ekonomi ke bawah.
Dia memilih melaporkan Julianto ke Polda Jawa Timur karena laporan yang disampaikan ke pihak yayasan SPI pada tahun 2018 dan 2020 lalu tidak digubris sama sekali.
"Kita tahu bahwa hidup kita susah, kita bersyukur dengan sekolah di sana kita bisa banyak belajar. Harapan kita juga seperti itu ke adik-adik. Namun kekerasan, kejahatan seksual ini berhenti," tutur J.
J menuturkan selama di SPI dia dan banyak siswi lain menjadi korban kekerasan seksual, bahkan eksploitasi di mana mereka dalam satu hari hanya tidur tiga sampai empat jam.
Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual di Angkot, Dishub DKI Keluarkan Kebijakan Penumpang Pria dan Wanita Dipisah
Seiring waktu jumlah korban bertambah tapi Julianto tidak juga tersentuh hukum, bahkan sejak menjadi tersangka hingga terdakwa Julianto baru ditahan pada Senin (11/7/2022).
"Jadi kita mohon juga kepada yayasan untuk merombak sistem, merombak manajemen. Itu yang terpenting bagi kita saat ini. Karena efeknya sangat luar biasa kejahatan seksual, kejahatan fisik," lanjut J.
J mengatakan kini bersyukur karena setelah kasus terkuak adik-adiknya memiliki nasib lebih baik dari yang dia alami, tidak harus ketakutan jadi korban kekerasan seksual dan eksploitasi.
Para orangtua yang menitipkan anak-anaknya di SPI kini merasa lebih aman karena Julianto sudah ditahan, dan sekarang proses peradilan sudah mendekati tahap tuntutan.
"Jadi kita tidak ada tujuan untuk menutup, tujuan kita supaya sekolah sistemnya berjalan jauh lebih baik lagi," kata J.
Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait juga mengatakan tujuan pihaknya mendampingi korban bukan untuk menutup SPI.
Baca juga: Terkuak Kelakuan Cabul Eks Kepsek di Polman, Bermula dari Orangtua yang Heran Anaknya Punya HP
Melainkan agar Julianto dapat dihukum atas ulahnya, serta memberi keadilan bagi para korban yang berdasar catatan Komnas PA sebanyak 40 siswi lewat proses hukum peradilan.
"Bahwa tidak ada rencana menutup SPI. Ini pesan moral kepada orangtua yang sedang menitipkan anak di SPI, jangan ragu bahwa kami bukan untuk menutup itu," tutur Sirait.