TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kasus Muhammad Hasya Athallah Saputra, Mahasiswa UI, yang tewas ditabrak purnawirawan polisi masih menyita perhatian publik.
Kematian Hasya turut mengundang respons Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon.
Ia mengungkap kisah pilu yang serupa dengan tragedi yang dialami oleh Hasya.
Sang ayah, pernah menjadi korban kecelakaan lalu lintas saat mengendarai motor.
Bahkan, nyawanya tak tertolong saat ditabrak truk di jalan.
Baca juga: Cerita Ibu Usai Dengar Kasus Hasya Tewas Ditabrak di Jagakarsa Disetop, Bawa Mobil Seperti Melayang
Kejadian maut itu bahkan disaksikan langsung oleh Fadli Zon.
Berkaca dari kasus mahasiswa UI itu, Fadli mengatakan keadilan harus diperjuangkan karena menyangkut nyawa manusia.
Kisah pilu itu diungkap Fadli Zon di akun Instagramnya @fadlizon.
"Saya pernah jadi korban ditabrak truk ketika dibonceng motor bapak saya. Bapak saya meninggal di tempat, saya pun luka parah dan koma. Saya tuntut penabrak, akhirnya saya menang di pengadilan. Harus ada keadilan yang menyangkut nyawa manusia. Apalagi yang dihadapi manusia arogan," tulis Fadli Zon di postingannya.
Selain postingan tersebut, Fadli Zon juga membagikan potongan narasi terkait tewasnya Mahasiswa UI tersebut.
Ayah Hasya kala itu, bertanya keberadaan anaknya pascakecelakaan.
"Mana yang nabrak (anak saya)?"
Purnawirawan polisi yang menabrak sang anak seketika berdiri dan menjawab, "Saya yang menabrak, saya yang melindas anak bapak. Bapak mau apa?" ujar polisi itu membalas pertanyaannya.
Cerita sang ibu
Hati ibu siapa yang tak hancur berkeping-keping mengetahui sang buah hati berpulang, meninggalkannya lebih dahulu.
Perasaan itu kini didera oleh Dwi Syafiera, ibunda Hasya, seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang tewas usai mengalami kecelakaan lalu lintas ditabrak purnawirawan polisi.
Dwi semakin menderita pascakehilangan sang anak lantaran kasus tersebut dihentikan secara sepihak.
Ibu yang ditinggal anaknya itu mencoba tegar saat diberitahu pengacaranya bahwa polisi sudah memutuskan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kasus tersebut dihentikan karena yang menjadi tersangka dalam tindak pidana tersebut ialah Hasya, yang sudah meninggal dunia.
Baca juga: 100 Hari Wafatnya Mahasiswa UI Ditabrak Pensiunan Polisi, Status Tersangka Buat Keluarga Kian Duka
Sang ibu bercerita usai bertemu dengan pengacaranya itu, ia pulang mengendarai mobil dengan pikiran kosong.
Bahkan, Dwi tak menyadari bahwa ia sedang membawa mobil dengan kecepatan yang sangat tinggi.
"Saya pulang, saya nyetir sendiri tapi kok saya merasa mobil saya melayang. "Kenapa kok mobil melayang banget, kok enteng banget? Ternyata saya jalan sudah 120 km," katanya dikutip dari siaran langsung Wartakota pada Jumat (27/1/2023).
Dwi yang tersadar kemudian berbicara kepada dirinya sendiri untuk tetap fokus saat berkendara.
Ia tak ingin kecelakaan lalu lintas kemudian menimpa dirinya, terlebih Dwi masih memiliki anak dan suami yang harus diurusnya.
"Saya bilang fokus ke diri saya sendiri. Jatuh boleh jatuh, tapi saya masih ada suami dan ada adeknya Hasya yang masih saya harus urus. Kalau saya enggak ada, bagaimana dengan mereka?"
Tanggapan polisi
Pihak keluarga, mengaku keberatan dengan ditetapkannya Muhammad Hasya Atallah Saputra sebagai tersangka dalam kasus kecelakaan lalu lintas dengan purnawirawan polisi di kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada Kamis (6/10/2022) silam.
Hasya, yang saat itu sedang mengendarai motor, tiba-tiba saja ditabrak purnawirawan polisi, Ajun Komisaris Besar Eko Setia Budi Wahono.
Menanggapi keberatan ditetapkannya Hasya menjadi tersangka, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman, angkat bicara.
Ia menegaskan pihaknya bersikap jujur dan adil saat menangani kasus mahasiswa UI yang tewas tertabrak.
Seperti diketahui, penanganan kasus ini menuai pro kontra, karena polisi tak menetapkan purnawirawan AKBP Eko Setia Budi Wahono sebagai tersangka karena sudah menabrak mahasiswa UI, Muhammad Hasya Atallah Saputra, hingga tewas.
Baca juga: Mahasiswa UI Ditabrak Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Beber Kejanggalan Polisi: Kronologi Banyak Versi
Menurut Latif, purnawirawan Eko sudah berada di jalur yang benar.
"Karena dari keterangan saksi tidak bisa dijadikan tersangka, dia (Eko) dalam posisi hak utama jalan pak Eko ada di jalan utamanya," kata Latif, Jumat (27/1/2023).
"Jadi dia (almarhum Hasya) istilahnya, merampas hak lain. Karena pak Eko berada di lajurnya, karena ini kan cuma dua arah, dan pas jalannya kanan kiri sesuai dengan aturannya pak Eko berada di hak utama jalannya pak Eko," lanjutnya.
Sementara itu, Polda Metro Jaya telah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus kecelakaan itu.
"Setelah kita lakukan gelar perkara bersama sebanyak tiga kali, dari hasil keterangan saksi, bekas jatuh kendaraan, akhirnya kita mengambil kesimpulan, kasus ini SP3," tuturnya.
"Kecelakaan itu kan diawali dari pelanggaran, maka untuk mengantisipasi adanya pelanggaran tentu lengkapi alat keselamatan, tentu di luar harus berhati-hati juga lengkapi alat keselamatan, ini yang menjadi utama terkait keselamatan," lanjutnya.
Menurut Latif, penetapan Hasya sebagai tersangka mesti melihat dari penyebab kecelakaan.
"Kenapa dijadikan tersangka? Dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri. Karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," sambungnya.
Oleh sebab itu, ia menuturkan bahwa penyebab kecelakaan bukan berasal dari Eko Setia Budi Wahono.
"Karena kelalaiannya korban dalam mengendarai sepeda motor hingga nyawanya hilang sendiri. Jadi yang menghilangkan nyawanya karena kelalaiannya sendiri, bukan kelalaian pak Eko," katanya.
Menurut Latif, Hasya kurang hati-hati saat mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan kurang lebih 60 kilometer per jam pada saat itu.
Tiba-tiba kendaraan di depan Hasya belok ke kanan sehingga Hasya rem mendadak.
Bersamaan dengan itu, mobil Pajero yang dikemudikan Eko Setia berada di lajurnya, sedangkan Hasya jatuh ke kanan.
"Sehingga tergelincir dia (Hasya). Ini keterangan dari si temannya (Hasya). Temannya sendiri melihat dia tergelincir sendiri. Nah Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat," ujar Latif.
"Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero. Sehingga terjadilah kecelakaan," sambungnya.
Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News