Oleh sebab itu, terdapat beberapa aturan menurut Islam mengenai masalah utang piutang.
Mengutip laman Kementerian Agama Bali, utang hukumnya wajib dibayar.
Jika utang tidak segera dibayarkan hingga seseorang yang berutang meninggal, maka harus dibayarkan oleh ahli warisnya.
Namun jika ahli warisnya tidak sanggup, maka selanjutnya harus dibayarkan dari zakat yang kumpulkan oleh baitul maal.
Salah satu hadis Nabi berbunyi :
"Jiwa seseorang mukmin itu tergantung pada utangnya, sampai dilunasinya." "Barangsiapa meninggal dalam keadaan berutang, maka tanggungankulah (tanggungan baitul maal) melunasinya". (H.R. Muslim).
Selain dalil di atas, banyak dalil yang menjelaskan tentang bahaya berutang.
Makanya, berutang tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan darurat.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa hadis tentang bahaya berutang dan utang yang tidak dilunasi segera :
1. Meneror diri sendiri
Dari Uqbah bin Amir Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut :
لا تُخِيفوا أنفُسَكم بعْدَ أَمْنِها. قالوا: وما ذاكَ يا رسولَ اللهِ؟ قال: الدَّيْنُ
"Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman.’ Para sahabat bertanya, ‘Apakah itu, wahai Rasulullah?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah hutang!’ (HR. Ahmad 4/146, At Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 1/59, disahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2420).
2. Utang yang dibawa hingga meninggal akan dilunasi dengan kebaikannya
Islam melarang umatnya untuk membiarkan utang tidak dibayar hingga kematiannya.