EO mendapatkan keuntungan Rp 1,5 juta untuk setiap rekening, sedangkan SM menerima bayaran Rp 500 ribu per rekening.
"Rekening tersebut digunakan sebagai rekening penampung menerima uang hasil kejahatan dari korban," tutur Ade Safri.
Saat ini polisi masih memburu seseorang berinisial D yang teridentifikasi sebagai otak pelaku penipuan.
Ade Safri mengungkapkan, D merupakan warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini tinggal di Kamboja.
"Tersangka EO pernah bekerja di Kamboja. Tersangka EO mempunyai seorang teman bernama D yang sampai hari ini masih bekerja dan tinggal di Kamboja," ungkap dia.
Kepada polisi, EO diminta oleh D menyiapkan handphone (HP) baru yang digunakan untuk membuka rekening.
Setelahnya, D meminta bantuan SM mencari orang yang bersedia dipakai data pribadinya untuk membuka rekening yang diduga sebagai sarana penipuan.
"Setelah mendaftarkan rekening ke beberapa handphone baru, tersangka EO langsung mengirimkan HP tersebut ke Kamboja," ujar Ade Safri.
Ade Safri menambahkan, tersangka EO diketahui sudah mengirim 15 unit HP kepada D di Kamboja.
"Tersangka D merupakan otak yang memerintahkan EO untuk mencari rekening," tutur dia.
Adapun korban penipuan dengan modus like video Youtube ini mengalami kerugian ratusan juta Rupiah.
"Atas kejadian tersebut pelapor mengalami kerugian sebesar Rp. 806.220.000," kata Ade Safri.
Ade Safri menjelaskan, korban mulanya menerima telepon dari nomor tidak dikenal yang mengaku sebagai asisten di PT IKEA berinisial F.
Korban ditawari pekerjaan untuk memberikan like di video-video yang ada di platform Youtube dengan komisi Rp 31 ribu.
"Kemudian pelapor dikirimkan link telegram melalui WhatsApp tersebut," ungkap Dirreskrimsus.