TRIBUNJAKARTA.COM - Nelayan yang terdampak pembangunan pagar laut sepanjang 30 KM di perairan Tangerang, Kholid, bercerita awalnya mencoba berpikir positif melihat adanya batang-batang bambu yang ditancapkan di laut itu.
Namun, lambat laun ia menaruh syak wasangka bahwa ada yang tidak beres dengan pembangunan itu.
Saat pertama kali melihat adanya pembangunan pagar laut, Kholid menduga awalnya untuk budi daya rumput laut.
Akan tetapi, Kholid berubah pikiran karena metode yang digunakan tidak seperti itu.
Ia pun mencoba berpikir positif lagi.
"Saya mencoba berpikir ini untuk nelayan sero. Sero itu adalah perangkap ikan yang harus memasang bambu-bambu yang panjang kemudian ada waring di bawah dan ada jeratan ikan di situ," ujar Kholid seperti dikutip dari Catatan Demokrasi yang tayang di TV One pada Selasa (14/1/2025).
Namun, dugaannya sepertinya meleset.
Ia menilai pagar laut itu tak terlihat dibangun sebagai perangkap ikan.
"Kemudian saya duga untuk rumpon udang. Saya lihat itu juga bukan metodenya. Wah jangan-jangan ini adalah untuk budi daya kerang hijau, saya belajar positif terus," ujarnya.
Lagi-lagi, ia sangsi dengan metode yang digunakan jika itu untuk budi daya kerang hijau.
Setelah berkali-kali berpikir positif tetapi masih belum menemui titik terang, Kholid mulai menaruh curiga.
Ia mencurigai pembangunan pagar laut itu dibuat untuk kepentingan tertentu.
"Waduh jangan-jangan ini ada transaksi gelap tentang kavling laut, saya curigai baru tuh berpikir negatif nih. Wah ini seolah-olah dibikin seperti tambak kemudian beberapa orang cari girik, dibeli girik itu dengan nama murah, diganti nama, misalnya nama saya anggaplah gitu kemudian sudah saya siapkan di BPN," katanya.
Sementara pembangunan pagar laut itu dilakukan atas perintah perusahaan yang ingin mengambil alih untuk tujuan baru.
"Makanya kami melihat, saya pikir kalau ngomong proyek PIK 2 PSN ini saya pikir brutal, terlalu dholim," katanya.