Demo itu menuntut kepala sekolah Kurniawati yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) berkedok sumbangan untuk pembangunan gedung sekolah hingga pembelian alat pendingin ruangan musala.
RP, salah satu saksi, mengaku dimintai sejumah uang dari sekolah untuk biaya akademik dan non-akademik sejak tahun 2023.
"Katanya untuk gedung, tapi sampai sekarang masih begini-gini saja, orang tua saya sudah bayar setiap tahun Rp 500.000," kata RP, Kamis (5/6/2025).
RP menjelaskan, biaya pembangunan gedung tersebut disalurkan dalam kurun waktu satu tahun dengan nominal tidak dibatasi.
Untuk pengadaan alat pendingin ruangan musala, per kelas diminta menyumbang Rp 20 ribu setiap hari.
Namun sejak penarikan permintaan itu dilakukan hingga kini, dua kegiatan tersebut justru tidak kunjung terwujud.
"Kami mempertanyakan kejelasan pembangunan gedung, fasilitas usaha kesehatan sekolah, ketersediaan obat yang sudah dua bulan belakangan ini juga tidak disuplai sekolah," ucap RP.
Pengurus UKS terpaksa menggunakan uang pribadi untuk membeli obat jika ada pelajar yang memerlukan perawatan.
Mirisnya, pembelian obat dari uang saku para pelajar justru tidak diganti sekolah.
Pelajar lain menyampaikan massa aksi juga menyoroti dugaan pemaksaan tanda-tangan kehadiran pada berbagai kegiatan internal sekolah.
"Kami mencari kejelasan tanda-tangan itu untuk apa," ucap pelajar itu.
Pelajar semakin curiga ketika pelaksanaan kegiatan tidak mendapat snack dari sekolah.
Humas SMAN 9 Tambun Selatan, Sahri Ramadhan, mengatakan, permintaan tanda-tangan kehadiran itu untuk kegiatan buka bersama pada Ramadhan 2025.
Hanya, tata usaha sekolah baru meminta tanda-tangan kehadiran pelajar baru-baru ini dengan alasan untuk memperbaiki surat pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan.
"Anak-anak merasa apa yang ditandatangani itu tidak berdasarkan fakta di lapangan," kata Sahri.