Krisis Iklim Perburuk Ekonomi Masyarakat Pesisir, BRIN Dorong Pemerintah Bentuk Regulasi yang Jelas

Krisis iklim membawa dampak ekonomi bagi kelompok rentan yang tinggal di sepanjang garis pantai Pulau Jawa.

TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO
MASYARAKAT PESISIR - Suasana kehidupan masyarakat pesisir Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara. 

Kondisi ini memperlihatkan bahwa perubahan iklim tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga menciptakan krisis sosial dan ekonomi yang kompleks.

Sayangnya, regulasi yang ada belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan tersebut.

BRIN pun meminta pemerintah mengadakan pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pelatihan, pinjaman lunak, pemasaran, dan penguatan komunitas pesisir.

Kemudian mengatur akses jaminan sosial bagi pekerja informal, termasuk memperkuat pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelanggaran dunia usaha.

BRIN juga menilai upaya mitigasi krisis iklim diharapkan tidak hanya berfokus pada infrastruktur fisik seperti tanggul laut, tetapi juga pada keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir.

Kebijakan saat ini masih berfokus pada pembangunan tanggul laut (misalnya Giant Sea Wall), bukan rencana terpadu. Belum ada skema relokasi inklusif dan prioritas wilayah terdampak. Syarat bantuan perumahan sering memberatkan pengungsi karena harus memiliki tanah.

Sebagai pilihan kebijakan, pemerintah diminta membuat rencana induk terpadu darat-laut untuk penanganan sea rise level dan penurunan tanah.

"Pastikan dukungan anggaran dari pusat dan daerah, libatkan masyarakat dalam penyusunan rencana induk, evaluasi bantuan perumahan agar lebih inklusif dan mudah diakses," kata Laely.

Penguatan Regulasi dan Kelembagaan


Sebagai tindak lanjut dari penelitian kolaboratif ini, BRIN meminta pemerintah memperkuat Undang-undang dan kebijakan penanggulangan bencana agar mencakup migrasi paksa akibat perubahan iklim.

Menurut Laely, harus ada sinergi antarinstansi dan dukungan anggaran dari pusat dan daerah.

"Libatkan BNPB, Kemensos, Kementerian PPPA, Bappenas, LSM, akademisi, dan komunitas lokal, kemudian lakukan penilaian komprehensif atas implikasi revisi UU Penanggulangan Bencana," tegasnya.  

Peneliti juga mendorong pembentukan gugus tugas lintas lembaga terkait perubahan iklim untuk merumuskan mekanisme koordinasi antarinstansi serta memastikan proses relokasi berjalan sesuai kesepakatan masyarakat terdampak.  

Selain itu, diperlukan dialog kebijakan dan pelatihan lintas sektor untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam memahami serta mengelola risiko perubahan iklim.

Upaya ini diharapkan memperkuat kesiapsiagaan dan respons terhadap dampak bencana yang terjadi secara perlahan, seperti kenaikan permukaan air laut.  

Riset tersebut juga menegaskan pentingnya alokasi anggaran yang memadai di tingkat pusat maupun daerah.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved