PMI DKI Diingatkan Jaga Netralitas, Kursi Ketua Jangan Jadi Ajang Politik

Ketum Rekan Indonesia, Agung Nugroho mengingatkan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI untuk netral dan mandiri sebagaimana Undang-Undang No. 1 Tahun 2018

(Dok. PMI DKI Jakarta)
Ilustrasi PMI DKI Jakarta - Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho mengingatkan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI untuk netral dan mandiri sebagaimana Undang-Undang No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM - Ketua Umum Rekan Indonesia, Agung Nugroho mengingatkan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI untuk netral dan mandiri sebagaimana Undang-Undang No. 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan.

Pasalnya, ia melihat praktik di lapangan dari PMI sering kali jauh dari ideal. 

Ia menyinggung gelaran forum musyawarah, baik Musyawarah Nasional (Munas), Musyawarah Wilayah (Muswil), maupun Musyawarah Kabupaten/Kota (Muskab/Muskot), di mana mekanisme pemilihan ketua berjalan secara formalitas. 

Meski tata tertib demokratis ditegaskan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMI 2019–2024, siapa yang akan terpilih umumnya sudah diketahui sebelum forum dimulai.

Menurut Agung kunci persoalannya ada pada restu kepala daerah. 

“Gubernur atau bupati atau wali kota yang seharusnya hanya berperan sebagai Pelindung PMI, sering melampaui fungsi resminya. Instruksi bisa turun ke jajaran birokrasi untuk memastikan suara bulat mendukung calon yang direstui," ujar Agung kepada wartawan, Rabu (17/9/2025).

"Akhirnya, musyawarah hanya jadi panggung seremonial, bukan ruang kontestasi gagasan,” lanjutnya.

Agung menegaskan, pola seperti ini telah menggeser semangat independensi PMI. 

Pasal 56 ayat (4) AD/ART PMI jelas menyebutkan bahwa Dewan Pelindung hanya bertugas memberi perlindungan politik, hukum, dan administratif, bukan menentukan siapa yang berhak menjadi ketua. 

“Praktik restu politik kepala daerah bertentangan dengan asas netralitas dan independensi yang diamanatkan UU No. 1/2018,” ujar Agung.

Dampaknya, kata Agung, banyak kader internal PMI DKI yang terpinggirkan. 

Relawan yang sudah lama mengabdi dan pengurus berpengalaman kerap tersisih hanya karena tidak mendapat restu politik.

“Kursi ketua PMI DKI akhirnya lebih mirip hadiah politik ketimbang hasil kontestasi demokratis. Ini merugikan kader-kader yang punya kapasitas,” jelasnya.

Agung mengingatkan, PMI didirikan untuk berdiri di atas semua kepentingan, bebas dari tarikan kekuasaan lokal. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved