Ogah Tanggung Utang Proyek Warisan Jokowi, Menteri Purbaya Panen Dukungan dari Celios hingga Golkar

Langkah Menkeu Purbaya untuk tidak membiarkan beban utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh ditanggung negara panen dukungan.

Tribunnews.com/ Taufik Ismail
PURBAYA YUDHI SADEWA- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa usai pelantikan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, (8/9/2025). 

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar, Firnando Hadityo Ganinduto, menilai sikap Menkeu Purbaya sudah tepat.

Menurutnya, Danantara yang menjadi superholding BUMN harus bisa menangani persoalan pembiayaan utang di tubuhnya sendiri.

"Menurut saya apa yang dikatakan Menteri Keuangan itu sudah tepat. Karena memang hari ini kita sudah institusi lain seperti Danantara yang bisa mendanai BUMN kita," kata Firnando di program Kompas Petang, Kompas TV Senin (13/10/2025).

Firnando juga menganggap utang proyek KCIC itu bisa mengganggu fiskal negara jika APBN harus dipangkas utang yang begitu besar.

"Jadi memang, saya rasa sudah tepat, dan itu harus didanai non-APBN karena itu besar sekali dan itu bisa merusak fiskal itu. Saya sangat sepakat dengan Menkeu," jelasnya.

Celios: Warisan Tanpa Kajian Matang

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyu Askar, mengatakan, masayrakat Indonesia tidak akan sudi membiayai utang Whoosh yang sejak awal dicanangkan tanpa anggaran negara.

"Yang jelas saya sepakat, jangan korbankan APBN. Rakyat gak sudi pasti proyek yang penuh masalah dibebankan ke APBN."

"Karena sejak awal proyek ini diklaim tidak pakai uang negara, kalau seandainya publik dipaksa menanggung pembengkakan biaya dan risiko utang ini jelas melanggar prinsip keadilan anggaran dan melanggar kontrak moral antara pemerintah dan rakyatnya," jelas Media pada kesempatan yang sama dengan Firnando.

Media juga menegaskan, Whoosh adalah proyek warisan Jokowi yang  tanpa kajian matang dan mengabaikan rasionalitas politik.

"Jadi waktu itu kan proses perencanaan proyeknya over optimistis ya, dan kreditor menawarkan bunga pinjaman. Dan kalau sekarang dijalankan dan biaya bengkak, apakah kemuduian harus ditanggung jawab pemerintah Indonesia saja. Ini kan kurang fair."

"Ini kan kebijakan warisan presiden sebelumnya yang dipaksakan tanpa kajian yang matang. Jadi ini konsekuensi dari keputusan politik yang mengabaikan rasionalitas ekonomi," tegasnya.

Berita Terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved