Purbaya Vs Dedi Mulyadi dan Kepala Daerah, Kemendagri Mediasi, DPR: Menkeu Mesti Ubah Pola Klasik
Kemendagri dan DPR RI bakal turun tangan imbas pernyataan Menkeu Dedi Mulyadi soal dana pemda yang mengendap di perbankan.
TRIBUNJAKARTA.COM - Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI bakal turun tangan imbas pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana pemda yang mengendap di perbankan.
Purbaya sempat menyoroti dana pemda yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga Rp 234 triliun per akhir September 2025.
Dari data yang dipaparkan Menkeu Purbaya, diketahui ada 15 daerah yang punya simpanan uang di bank tercatat paling tinggi.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyampaikan bantahan terhadap data yang dipaparkan Purbaya Yudhi Sadewa.
Respons Komisi II DPR
Menanggapi hal tersebut, Komisi II DPR RI berencana memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sejumlah pemerintah daerah (pemda).
Komisi II DPR RI membidangi Urusan Pemerintahan Dalam Negeri, Pertanahan & Tata Ruang, Kepegawaian, Kepemiluan dan IKN Nusantara.
Tujuan Komisi II DPR memanggil Kemendagri dan sejumlah pemda untuk meminta klarifikasi terkait dana publik yang mengendap di perbankan hingga mencapai Rp 234 triliun.
“Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda, sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank,” kata Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/10/2025).
Khozin menegaskan, perlu ada penjelasan terbuka dari pihak pemda mengenai alasan dana tersebut belum digunakan.
Sebab, dana yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat tak sepatutnya hanya “terparkir” di bank.
“Pemda mesti mengklarifikasi atas mengendapnya dana publik ratusan triliun itu. Dana tersebut sengaja ditempatkan di bank atau disimpan karena mengikuti pola belanja yang meningkat di akhir tahun?” ucap Khozin.
Politikus PKB itu mengingatkan, jika dana APBD sengaja diparkir di bank, hal itu dapat mengganggu pelayanan publik dan pelaksanaan program strategis nasional di daerah.
“Kalau dana APBD sengaja diparkir, ini yang jadi soal, karena akan mengganggu pelayanan publik dan menjadi penghambat tumbuhnya ekonomi di daerah,” kata Khozin.
Di sisi lain, Khozin mendorong adanya perubahan pola belanja baik di pusat maupun daerah, jika dana tersebut tersimpan karena siklus penyerapan anggaran yang meningkat.
“Tren penyerapan anggaran meningkat di akhir tahun ini terjadi di pusat dan daerah. Menkeu Purbaya mestinya dapat mengubah pola klasik ini, tujuannya agar anggaran negara betul-betul dimanfaatkan untuk publik secara berkesinambungan,” tutur dia.
Khozin pun turut mempertanyakan efektivitas pengawasan Kemendagri terhadap tata kelola keuangan daerah.
Dia meminta Kemendagri tidak hanya melakukan pembinaan, tetapi juga memberikan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran.
Menurut dia, sejumlah regulasi dapat menjadi dasar bagi pemerintah pusat dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
“Kemendagri mestinya dapat mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, termasuk mengambil langkah tegas berupa sanksi administratif bila terdapat pelanggaran peraturan,” kata Khozin. “
Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” pungkas dia.
Kemendagri Bakal Mediasi
Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiharto mengatakan, Kemendagri akan menggelar mediasi antara Menteri Keuangan Purbaya dan para kepala daerah terkait dana mengendap di bank.
Namun, hal ini akan dilaksanakan jika memang benar-benar dibutuhkan.
"Apabila dibutuhkan tentu sangat mungkin kami mengundang kepala daerah terkait," kata Bima dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/2025).
Selain siap memediasi kedua pihak, Bima juga mengatakan bahwa Kemendagri saat ini bersama Bank Indonesia terus bekerja melakukan verifikasi data terkait polemik tersebut.
Kemendagri, kata Bima, melalui Dirjen Keuda rutin melakukan pemutakhiran data APBD daerah setiap tiga hari.
"Kami cocokkan data-data kami dengan data Bank Indonesia. Verifikasi ini meliputi jumlah dana dan jenis rekening," kata dia.
Dalam kesempatan berbeda, Bima juga menjelaskan bahwa pihaknya tengah mendalami dana mengendap tersebut.
Kemendagri juga akan mendorong agar pemerintah daerah yang memiliki simpanan besar di bank untuk membelanjakan anggaran mereka.
Bima menilai, tidak ada pemerintah daerah yang sengaja menyimpan sejumlah anggaran untuk kepentingan orang tertentu.
Penyimpanan uang di bank, kata Bima, biasanya dilakukan karena ada sisa anggaran yang belum sempat terserap.
"Itu lebih kepada kas daerah yang tidak terserap, kemudian dalam jangka waktu pendek itu direpositokan untuk keuntungan kas daerah," imbuh dia.
Bima mengatakan, hal ini tak seharusnya terjadi jika pimpinan daerahnya bisa memaksimalkan serapan anggaran.
Jika perencanaan baik, kata Bima, maka tidak akan ada anggaran besar yang menganggur di bank.
"Nah, di sinilah kami mendorong agar pemerintah daerah memperbaiki perencanaan APBD, memastikan juga sistem pengadaan barang dan jasanya, kemudian landasan aturannya supaya semuanya itu bisa dibelanjakan di awal sehingga tidak ada dana yang tidak terserap dan kemudian tersimpan di bank," ujar dia.
Adapun ajakan mediasi tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi II DPR-RI, Ahmad Doli Kurnia.
Dia menyarankan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memfasilitasi pertemuan sekaligus rapat koordinasi antara Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dengan para kepala daerah untuk membahas penyebab dana tersebut belum terserap.
“Saya menyarankan agar pemerintah pusat, khususnya Kementerian Keuangan, berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk duduk bersama seluruh kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota,” ujar Doli di Gedung DPR RI, Kamis.
“Harus didudukkan persoalannya agar diketahui penyebabnya. Jangan-jangan kepala daerahnya memang tidak tahu ada anggaran sebesar Rp 234 triliun yang tidak terserap,” sambung dia.
Purbaya Soroti Dana Mengendap
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemda yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga Rp 234 triliun per akhir September 2025.
Dia menyebut, dana tersebut tidak terserap bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Jadi, jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Purbaya, dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
Purbaya menegaskan, pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat, dengan total realisasi transfer ke daerah sepanjang 2025 mencapai Rp 644,9 triliun. Dia pun mengingatkan pemda agar segera menggunakan anggaran untuk program yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun,” tegasnya.
Namun, sejumlah kepala daerah membantah data yang disampaikan Menkeu. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut dana yang tersimpan di rekening pemerintah provinsi hanya sekitar Rp 2,4 triliun, bukan Rp 4,1 triliun seperti yang disebut Kemenkeu.
“Tidak ada dana Rp 4,1 triliun yang disimpan dalam bentuk deposito. Yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun dan itu tersimpan di rekening giro untuk kegiatan Pemprov Jabar,” kata Dedi di Kantor Bank Indonesia, Rabu (22/10/2025).
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution juga membantah data Kemenkeu yang menyebut dana mengendap di daerahnya mencapai Rp 3,1 triliun.
Dia mengatakan, saldo Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Sumut hanya Rp 990 miliar dan telah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan pemerintah provinsi.
“RKUD kami cuma satu, ada di Bank Sumut. Saldo hari ini Rp 990 miliar, dan itu pun untuk pembayaran beberapa kegiatan serta karena perubahan APBD,” kata Bobby, di Medan, Selasa (21/10/2025).
Bobby menargetkan tingkat penyerapan anggaran di Sumut bisa mencapai 90 persen pada akhir tahun.
BI Jelaskan Perbedaan Data
Sementara, BI menjelaskan soal perbedaan data mengenai simpanan APBD di perbankan yang sempat dibahas oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat total dana Pemda di perbankan mencapai Rp215 triliun per 17 Oktober 2025, sementara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan angka Rp233,97 triliun per 15 Oktober 2025.
Artinya, terdapat selisih sekitar Rp18 triliun antara kedua data tersebut.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menuturkan data simpanan Pemda diperoleh dari laporan wajib setiap bulannya, dari seluruh kantor bank kepada BI.
Isi laporan tersebut adalah posisi akhir bulan dari masing-masing pelapor.
Ramdan menegaskan, data posisi simpanan perbankan tersebut secara agregat dipublikasikan dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website BI.
"Bank Indonesia melakukan verifikasi dan pengecekan kelengkapan data yang disampaikan. Data posisi simpanan perbankan itu kemudian dipublikasikan secara agregat dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia di website resmi Bank Indonesia," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).
Purbaya sempat menyoroti kebiasaan pemda menempatkan dana pada pusat di provinsi, alih-alih daerah.
Purbaya menilai kebiasaan itu justru membuat APBD tidak bisa berputar, terlebih dipinjamkan kepada pengusaha lokal.
Total, ada dana milik pemda sebesar Rp234 triliun yang menganggur di bank.
Purbaya mengatakan endapan dana itu menjadi pertanda pemda kurang bergerak cepat dalam mengeksekusi program mereka.
"Serapan rendah mengakibatkan menambah simpanan uang Pemda yang nganggur di bank sampai Rp234 triliun. Jadi jelas, ini bukan soal uangnya tidak ada tapi soal kecepatan eksekusi," tuturnya.
Atas hal itu, Purbaya mendesak pemda agar "membelanjakan" APBD tersebut secara maksimal hingga akhir 2025.
Ia tidak ingin ada APBD yang menganggur di bank.
"Saya ingatkan, percepatan realisasi belanja terutama yang produktif harus ditingkatkan dalam tiga bulan terakhir tahun ini. Uang daerah jangan dibiarkan mengendap di kas atau deposito," jelasnya.
"Kalau uangnya bergerak, ekonomi ikut hidup dan masyarakat langsung merasakan manfaatnya," pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Purbaya memaparkan daftar pemda yang masih menyimpan dana APBD-nya di bank daerah.
- Pemprov DKI Jakarta: Rp14,6 triliun
- Pemprov Jawa Timur: Rp6,8 triliun
- Pemkot Banjarbaru: Rp5,1 triliun
- Pemprov Kalimantan Utara: Rp4,7 triliun
- Pemprov Jawa Barat: Rp4,1 triliun
- Pemkab Bojonegoro: Rp3,6 triliun
- Pemkab Kutai Barat: Rp3,2 triliun
- Pemprov Sumatera Utara: Rp3,1 triliun
- Pemkab Kepulauan Talaud: Rp2,6 triliun
- Pemkab Mimika: Rp2,4 triliun
- Pemkab Badung: Rp2,2 triliun
- Pemkab Tanah Bumbu: Rp2,1 triliun
- Pemprov Bangka Belitung: Rp2,1 triliun
- Pemprov Jawa Tengah: Rp1,9 triliun
- Pemkab Balangan: Rp1,8 triliun
Berita Terkait
Baca juga: Rieke Diah Pitaloka Sentil Dedi Mulyadi dan Purbaya: Wahai Manusia Sunda, Kejar Utang BUMN ke BJB!
Baca juga: Setelah Dedi Mulyadi, Kini Giliran Rieke Diah Pitaloka Senggol Purbaya soal Pesantren Abangnya
Baca juga: Setelah Dedi Mulyadi, Kini Giliran Rieke Diah Pitaloka Senggol Purbaya soal Pesantren Abangnya
Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.