Pemerintah Diminta Hati-hati Susun Aturan Tembakau, Partisipasi Publik Jadi Syarat Utama

Kekuatan sosiologis menjadi aspek penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga diterima oleh masyarakat luas.

KOMPAS.com / IRFAN KAMIL
EDWARD BICARA CUKAI ROKOK - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (EOSH) di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Senin (20/3/2023). Edward kini menjabat Wamenkum, ia bicara soal aturan cukai rokok. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharief Hiariej mengingatkan pembentukan regulasi terkait pertembakauan harus mengedepankan prinsip meaningful participation atau partisipasi bermakna. 

Artinya, kebijakan yang disusun harus benar-benar melibatkan seluruh pihak terdampak dan mencerminkan aspirasi masyarakat.

Menurutnya, jika ada resistensi dalam pembahasannya artinya tidak ada partisipasi. 

Pasalnya, dalam membentuk peraturan apapun harus menyangkut berbagai aspek. 

"Kita harus ekstra hati-hati, duduk bersama, dan berhubungan agar peraturan memiliki kekuatan filosofis, yuridis, dan yang paling penting sosiologis,” ujar Eddy dikutip pada Kamis (30/10/2025).

Menurutnya, kekuatan sosiologis menjadi aspek penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga diterima oleh masyarakat luas.

Semua Pihak Terdampak Harus Dilibatkan

Eddy menegaskan, dalam penyusunan kebijakan khususnya terkait produk tembakau, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) perlu memperhatikan seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem pertembakauan, mulai dari petani, industri, tenaga kerja, pelaku ritel, hingga sektor industri kreatif.

“Partisipasi ini memastikan bahwa suara publik benar-benar didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan tanggapan, bukan sekadar formalitas. Pro dan kontra itu pasti ada, tapi semua masukan wajib dipertimbangkan,” katanya saat menjadi keynote speaker dalam seminar yang digelar Pusat Pengembangan Hukum Ketenagakerjaan Fakultas Hukum (P2HK) Universitas Brawijaya.

Eddy mengatakan, proses penyusunan regulasi harus tetap berpegang pada prinsip tertib perundangan agar kebijakan yang dihasilkan implementatif dan memberikan kepastian hukum.

“Tertib perundangan tetap perlu dijaga supaya ada kepastian hukum. Sekali lagi, dalam membentuk peraturan apapun kita harus ekstra hati-hati dan melibatkan semua pihak agar kebijakan tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga diterima secara sosial,” ujarnya.

Dalam forum yang sama, Hendra Kurnia Putra dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan juga menekankan pentingnya koordinasi dan harmonisasi antarinstansi dalam proses pembentukan instrumen hukum, seperti Permenkes dan Permenko.

Polemik Regulasi Tembakau Masih Berlanjut

Diketahui, sejumlah aturan terkait pertembakauan terus menuai sorotan dari para pemangku kepentingan. 

Mereka menilai regulasi yang ada belum sepenuhnya melibatkan partisipasi publik dan dinilai tidak transparan.

Beberapa aturan yang menjadi sorotan antara lain larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Selain itu, usulan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama yang diinisiasi Kemenkes juga menuai protes karena dianggap melebihi kewenangan yang diatur dalam PP tersebut.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved