Tragis! Kiper Jebolan Diklat Persib Disiksa di Kamboja: Dipukul 500 Kali, Angkat Galon ke Lantai 10

Rizki Nur Fadhilah, kiper jebolan diklat Persib Bandung menerima berbagai macam siksaan di Kamboja. Ia diduga menjadi korban TPPO, Rabu (19/11/2025).

|
Tribun Jabar/ Adi Ramadhan Pratama
KIPER JEBOLAN DIKLAT PERSIB- Rizki Nur Fadhilah, kiper jebolan diklat Persib Bandung menerima berbagai macam siksaan di Kamboja. Ia diduga menjadi korban TPPO. 

Namun, seiring berjalanya waktu, rasa curiga itu muncul usai beberapa kejanggalan terjadi di keberangkatan cucunya.

"Saya masih komunikasi dengan orang itu. Dia juga sempat menelfon dan memberikan kabar kalau Fadil sedang makan atau sedang berada di suatu tempat. Yang mulai saya jadi heran itu, orang itu WA-an sama saya tapi tidak memberikan kabar kalau Fadil ada di Medan. Baru ketika Fadil bilang ada di Kamboja, orang itu hilang," ujarnya.

KORBAN TPPO - Imas Siti Rohanah (52) warga Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung sedang memegang foto cucunya Rizki Nur Fadhilah (18). Rizki diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kini berada di negara Kamboja. Rizki merupakan eks Kiper Persib Junior.
KORBAN TPPO - Imas Siti Rohanah (52) warga Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung sedang memegang foto cucunya Rizki Nur Fadhilah (18). Rizki diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kini berada di negara Kamboja. Rizki merupakan eks Kiper Persib Junior. (Tribunjabar.id / Adi Ramadhan Pratama)

Hal senada juga disampaikan ayah Fadhil, Dedi Solehudin (42).

Ia mengatakan tawaran kontrak untuk bermain sepak bola di klub profesional asal Medan, Sumatera Utara ternyata palsu.

Fadhil justru dibawa ke Kamboja. Dia dipaksa bekerja sebagai "penipu" dengan modus platform percintaan.

"Anak saya bilang ada kontrak main bola di Medan selama satu tahun. Lalu dijemput ke sini pakai travel, terus dibawa ke Jakarta. Tapi di Jakarta, bukannya ke Medan, malah ke Malaysia. Sebelum akhirnya ke Kamboja," ujar Dedi Solehudin dikutip dari TribunJabar.

Sesampainya di Kamboja, Fadhil sempat berkomunikasi dengannya ayahnya. 

Sang anak mengabarkan sering mendapatkan tindak kekerasan oleh pimpinannya.

Fadhil diwajibkan mencari 20 kontak calon korban yang kaya raya dari berbagai negara untuk nantinya ditipu. Jika tidak memenuhi target, maka mendapat penyiksaan fisik.

"Kalau enggak dapat, dia disiksa. Sampai 500 kali pukulan, kadang-kadang. Terus disuruh ngangkat galon dari lantai satu sampai lantai 10. Dia tiap hari kerja dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam. Bahkan sering belum selesai meski sudah jam 12 malam," katanya.

Dedi mengungkapkan, komunikasi dengan sang anak memang tidak pernah putus hingga saat ini. 

Namun berdasarkan pengakuan Fadhil, dia melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Sedangkan nenek Fadhil, Imas menceritakan bahwa cucunya itu dipaksa untuk bekerja untuk mencari orang yang bisa 'ditipu' (scammer) dengan modus melalui platform percintaan.

"Dia (Fadhil) bilang kerjaannya 'menipu orang-orang Cina' lewat komputer. Padahal dia tidak bisa komputer. Tapi klau komunikasi dengan keluarga, dia sembunyi-sembunyi di kamar mandi," ucapnya.

Melihat kondisi anak yang tidak baik-baik, Dedi mengungkapkan, sudah mencari bantuan ke berbagai pihak terkait, mulai dari penegak hukum, dinas, hingga ke Gedung Sate.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved