Dugaan Pemilih Ganda dan Politik Uang Paling Banyak Digugat di MK, KPU Lawan dengan Bukti
Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang gugatan sengketa hasil Pilkada Serentak 2018 di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (26/7/2018).
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang gugatan sengketa hasil Pilkada Serentak 2018 di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (26/7/2018).
Untuk tahap pertama, MK menyidangkan 35 perkara sengketa pilkada dari 70 permohonan sengketa pilkada yang masuk ke MK.
Dari 35 perkara sengketa hasil Pilkada Serentak 2018 yang disidangkan, enam perkara merupakan perkara sengketa hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 23 perkara merupakan sengketa hasil pemilihan bupati dan wakil bupati, dan enam perkara sengketa pemilihan wali kota dan wakil wali kota.
Sidang yang digelar pada kamis kemarin di antaranya, sidang sengketa Pilgub Lampung, Pilgub Sumsel.
"Hari ini (kemarin) ada 35 sengketa. Total ada 70 sengketa yang sudah masuk ke MK. Jadi, besok ada 35 sengketa lagi," ujar juru bicara MK, Fajar Laksono.
Tahapan persidangan sengketa pilkada di MK dimulai dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang dibagi menjadi tiga panel. Dan masing-masing panel dipimipin oleh tiga hakim konstitusi.
Sidang ini dihadiri oleh calon kepala daerah atau kuasa hukum selaku pemohon, KPU sebagai termohon, serta perwakilan Bawaslu RI.
Pada sidang perdana tersebut, MK mendengarkan dalil-dalil permohonan dari pemohon serta melakukan pemeriksaan persyaratan formil dan materil masing-masing pemohon.
Dan sebagian besar pemohon menyampaikan dalil tentang adanya pemilih ganda dan politik uang sebagai pokok perkara permohonan saat menyampaikan permohonan di persidangan.
Ketua KPU, Arief Budiman menjelaskan, sejauh ini perkara tidak lagi melihat selisih suara. Tetapi, lebih kepada prosedur saat pelaksanaan pemilihan berlangsung.
"Sejauh ini paling banyak persoalan data pemilih, distribusi dan lain-lain. Masih ada besok, kita masih akan terus memantau jalannya persidangan," kata Arief usai persidangan.
Pihak pemohon dari sengketa Pilkada Kota Madiun misalnya, Harryadin Mahardika meyampaikan, telah terjadi kenaikan daftar pemilih tetap (DPT) final yang serta merta sebanyak sembilan ribu suara.
Hal itu berbeda dengan DPT yang sudah diumumkan dua hari sebelumnya.
"Ada peningkatan seketika sembilan ribu pemilih hanya dalam tempo dua hari. Ini kan jadi aneh menurut kami," jelasnya kepada Tribun.
Dia yang juga merupakan calon wali kota Madiun nomor urut dua tersebut menguraikan setidaknya terdapat 350 TPS bermasalah. 3.008 pemilih juga diduga ganda.