Kegalauan Pemerintah Tentukan Harga Mobil Listrik, Pajak dan Komponen Impor Bikin Pusing
Airlangga mengakui, saat ini harga kendaraan listrik 30 persen lebih mahal dari kendaraan konvensional.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama | Editor: Adiatmaputra Fajar Pratama
Laporan wartawan Adiatmaputra Fajar Pratama
TRIBUNJAKARTA.COM, PALMERAH - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku pengembangan mobil listrik masih bermasalah pada tarif pajak.
Selama ini, aturan mengenai pajak untuk mobil listrik masih belum diatur secara jelas.
Pasalnya mobil tersebut menggunakan dua mesin, yaitu konvesional dan listrik.
Baca: Mendekati UNBK, SMPN 216 Jakarta Pusat Lakukan Tiga Tahap Uji Coba
Fasilitas tersebut menjadikan mobil listrik dikategorikan sebagai barang mewah (PPnBM).
“Belum ada aturan pajak yang jelas, kondisi ini juga ditambah dengan perakitan yang mahal, siapa yang mau beli,” kata Ketua I Gaikindo, Jongkie D Sugiarto beberapa waktu lalu.
Karena itu, ia meminta agar pemerintah lebih memerhatikan mengenai harmonisasi tarif pajak yang berlaku untuk mobil listrik.
Baca: Apakah SpongeBob SquarePants Akan Berakhir? Atau Apakah Hanya Kabar Hoax ?
Dia mencontohkan, di Malaysia dan Thailand, saat ini sudah mendapatkan insentif pajak untuk pembelian mobil listrik.
Selain itu, harga jenis mobil hybrid di kedua negara tersebut malah lebih murah dari mobil jenis konvensional.
“Kalau pajaknya disesuaikan pasti akan menarik, mereka sudah siap, tapi tarif pajak harus terjangkau, kita berharap ada harmonisasi” jelas dia.
Jongki membeberkan, dari segi skala ekonomi, permintaan mobil listrik secara pasar juga masih terbatas.
Untuk itu, masih perlu waktu untuk bisa memproduksi mobil listrik sendiri dari dalam negeri jika permintaannya semakin banyak dan harmonisasi pajak.
“Kalau peminatnya saja sedikit, gimana mau merakit sendiri dan ekspor ke luar,” kata dia.