Unik, Jenazah Jro Mangku Rumpeg yang Meninggal di Usia 120 Tahun Diarak Bak Orang Kesurupan
Waktu menunjukan pukul 14.00 Wita, dan krama banjar mulai berjejeran disepanjang jalan raya Desa Tojan.
"Ngarap watangan atau istilahnya mengarak jenazah sudah menjadi tradisi di Banjar Jelantik Kuribatu. Jika biasanya layon anyar (jenazah baru) akan diaben, biasanya didahului dengan tradisi ngarap watangan ini," ujar Kelihan Banjar Adat Jelantik Kuribatu, I Nyoman Mujana, Kamis (12/4/2018).
Seperti pengabenan atau pemakaman di Bali pada umumnya, tradisi ini diawali dengan pembersihan jenazah (mabersih), lalu mayat dibungkus dengan kain kasa dan diikat dengan lante (serupa rantai yang terbuat dari bambu).
Ikatan lante ini pun dilakukan dua kali.
Ikatan pertama jumlahnya 47 dan yang kedua 53.
Ini bertujuan agar jenazah tetap terlindungi saat diarak ratusan warga.
Setelah itu, barulah jenazah naik tumpang salu dengan diupacarai oleh Ida Pedanda.
"Jadi jenazah akan diarak warga ketika akan naik ke bade. Nanti ratusan warga, khususnya pemuda bak orang kesurupan mengarak jenazah itu di jalan raya. Jenazah diarak sampai krama puas," jelasnya.
Baca: Rem Blong, Bus Pariwisata Seret Motor dan Tabrak Mobil di Garuda Wisnu Kencana
Hari mulai beranjak sore, dan jarum jam menunjukkan pukul 16.30 Wita.
Ratusan krama yang didominasi oleh pemuda tampak mulai berkumpul di depan rumah duka.
Mereka mengenakan pakaian dan kain kamben serba hitam.
Kepala mereka pun diikat dengan menggunakan kain kasa berwarna putih.
Mereka merupakan krama banjar yang sudah siap untuk mengarak jenazah Jro Mangku Rumpeg
Alunan tabuh baleganjur pun mulai terdengar, diikuti sorak sorai krama Banjar Jelantik Kuribatu.
Berlahan pihak keluarga menggotong jenazah keluar dari rumah duka, menuju bade/wadah.