Unik, Jenazah Jro Mangku Rumpeg yang Meninggal di Usia 120 Tahun Diarak Bak Orang Kesurupan
Waktu menunjukan pukul 14.00 Wita, dan krama banjar mulai berjejeran disepanjang jalan raya Desa Tojan.
Baru selangkah keluar dari rumah, jenazah sudah dismbut oleh ratusan warga.
Seperti orang yang kesurupan, krama banjar Jelantik Kuribatu yang didominasi pemuda langsung menyambut jenazah dengan suka cita.
Mereka berusaha menarik, mendorong, hingga menggelantungi jenazah.
Bahkan, ada yang berusaha menggigit jenazah yang sudah terlindung dengan lante bambu.
Sementara, pihak keluarga berusaha tetap mempertahankan agar jenazah tidak sampai jatuh saat diarak oleh ratusan warga.
"Krama (warga) yang ikut ngarap itu, seperti kesurupan. Mereka setengah sadar. Setahu saya dari dulu, dalam pelaksanaan ngarap watangan ini, belum ada yang jenazahnya sampai jatuh. Meskipun diarak seperti itu," jelas Nyoman Mujana.
Tradisi ngarap watangan ini berlangsung selama berjam-jam.
Jenazah diarak oleh warga mulai dari di depan rumah duka yang tepat disamping jalan raya Tojan, hingga ke selatan dan ke utara.
Sebelum akhirnya warga sudah kelelahan, dan jenazah dinaikkan ke bade/wadah untuk melanjutkan ritual pengabenan seperti pada umumnya.
"Setelah diarak, jenazah dinaikkan ke bade dan dilaksanakan proses pengabenan seperti pada umumnya, hingga abu jenazah dilarung ke pantai Jumpai," ungkapnya.
Menurut Mujana, tradisi ngarap watangan ini memiliki makna kebersamaan dan sebagai wujud penghormatan terhadap mendiang Jro Mangku Rumpeg.
Semasa hidupnya, di mata masyarakat Jro Mangku Rumpeg dikenal sebagai sosok yang jujur dan bersahaja. (TRIBUN BALI/Eka Mita Suputra)