Kasus Terorisme
Aman Abdurrahman Bacakan Pembelaan: Persilahkan Vonis Mati Sampai Singgung Bom Surabaya
Kuasa Hukum Aman Abdurrahman, Asludin Hatjani menyatakan kliennya tidak bersalah atas perbuatan yang dituduhkan kepadanya.
Penulis: Ferdinand Waskita Suryacahya | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Pertanyaan pertama, Aman ditanya bagaimana jika pemerintah menawarkan untuk berkompromi.
Bila Aman menerima tawaran tersebut maka akan langsung dibebaskan, bila tidak maka akan dipenjara seumur hidup.
Kemudian, dirinya menjawab tidak akan menerima tawaran tersebut, karena dirinya percaya akan keluar dari penjara dalam keadaan mati syahid, ataupun keadaan hidup dan menjadi pemenang memegang prinsipnya.
Kedua, Aman diberikan pertanyaan untuk diajak jalan-jalan ke Museum Indonesia, karena Presor Rohan mengaku bahwa dirinya pengagum sejarah Indonesia.
Seperti jawaban pertanyaan pertama, Aman kembali menolak tawaran tersebut dan mengatkan tidak mau menerima ajakannya.
Tiba di pertanyaan ketiga dan terakhir, Profesor menawarkan Aman untuk pergi keluar dan makan malam bersama.
Kembali lagi, aman memberikan jawaban yang sama, yaitu menolak mentah-mentah tawaran tersebut.
"Setelah tiga pertanyaan tersebut saya tolak, mereka langsung pamit untuk pergi," tukas Aman di persidangan.
Menurut Aman, pertanyaan nomor dua dan tiga merupakan jebakan, yang akan bisa merusak prinsipnya.
Terakhir ia mengatakan, bahwa dirinya sempat disebut oleh Profesor Rohan, sebagai orang paling berbahaya di Asia Tenggara.
"Sehabis wawancara, dia sebut saya sebagai orang paling berbahaya di Asia Tenggara," papar Aman Abdurrahman.
5. Aman Abdurrahman Pelaku Bom Surabaya Sakit Jiwa
Terdakwa perkara bom Thamrin, Aman Abdurrahman, dalam pledoinya mengutuk aksi teror yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, beberapa saat lalu.
Menurut pendiri Jamaah Ansharut Daulah itu tindakan bom bunuh diri yang melibatkan anak-anak tersebut sama sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Dirinya menilai para pelaku merupakan orang yang sakit jiwa.
“Itu tindakan yang enggak mungkin muncul dari orang yang mengerti ajaran Islam. Ayah mengorbankan anak-anaknya, ibu bersama anaknya melakukan bunuh diri adalah orang-orang sakit jiwanya dan putus asa,” ujar Aman dalam pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta, Jumat (25/5/2018).
Selain itu, Aman juga menyebut bom bunuh diri yang dilakukan di depan Polrestabes Surabaya sebagai tindakan yang keji.
"Tindakan itu merupakan tindakan keji dengan dalih jihad," tegas Aman.
6. Aman Acungan Jari Telunjuk Aman Usai Bacakan Nota Pembelaan

Usai membacakan nota pembelaannya yang diringkas dari 60 halaman kertas, Aman Abdurrahman terdakwa teroris bom Thamrin menunjukan gelagat yang tidak terduga.
Hal ini ia lakukan, usai mengembalikan kertas nota pembelaannya tersebut kepada Majelis Hakim.
Ketika berbalik badan dari hadapan Majelis Hakim untuk kembali menuju kursi dakwaannya, Aman terlihat mengacungkan jari telunjuk tangan kanannya ke atas.
Hal ini ia lakukan dengan sorot mata tajam, tanpa ada satu patah pun perkataan yang diucapkan olehnya.
Sontak, hal ini menimbulkan tanda tanya dari para hadirin yang mengikuti persidangan tersebut.
Tidak sedikit dari hadirin yang melihat langsung kejadian tersebut, bertanya-tanya apa sebenernya maksud dibalik acungan jari telunjuk tangan kanannya.
Di persidangan terlihat, Aman mengenakan penutup kepala yang diikat ke belakang, serta pakaian tertutup sepanjang dengkul kakinya.
Seperti diketahui, Aman dituntut hukuman mati oleh JPU. Dia disebut memenuhi seluruh dakwaan yang disusun JPU, yakni dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer.
Dakwaan kesatu primer yakni Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Sementara dakwaan kedua primer, Aman dinilai melanggar Pasal 14 juncto Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aman dalam perkara tersebut didakwa sebagai sebagai aktor intelektual lima kasus teror, yaitu Bom Gereja Oikumene di Samarinda pada 2016, Bom Thamrin (2016). Selain itu, Aman juga terkait Bom Kampung Melayu (2017) di Jakarta, serta dua penembakan polisi di Medan dan Bima (2017). Dia terancam pidana penjara lebih dari 15 tahun atau hukuman mati.
Dalam tuntutannya JPU menyebut tak ada hal yang meringankan. Alih-alih meringankan Aman disebut malah memiliki sedikitnya enam hal memberatkan.
Selain kasus tersebut, Aman pun pernah divonis bersalah pada kasus Bom Cimanggis pada 2010, Densus 88 menjerat Aman atas tuduhan membiayai pelatihan kelompok teror di Jantho, Aceh Besar, kasus yang menjerat puluhan orang, termasuk Abu Bakar Ba'asyir. Dalam kasus itu Aman divonis sembilan tahun penjara. (Tribunnews.com/TribunJakarta.com)