Sri Mulyani Kerap Sebut Utang Negara Warisan Era SBY, Zulkifli Hasan: Saya Rasa Ibu Lupa

Menteri Keungan Sri Mulyani kerap menyebut utang negara adalah warisan era SBY, Ketua MPR Zulkifli Hasan lantas ingatkan hal Ini!

Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS
Zulkifli Hasan dan Sri Mulyani 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Rr Dewi Kartika H

TRIBUNJAKARTA.COM - Menteri keuangan, Sri Mulyani menyebut sebagian besar utang negara adalah warisan periode kepemerintahan sebelum Joko Widodo.

Sri Mulyani juga mengatakan utang dihasilkan saat Ketua MPR, Zulkifli Hasan menjabat sebagai menteri di era kepemerintahan itu.

Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani setelah mendengar pidato Zulkifli Hasan.

Pada pidatonya, Zulkifli Hasan menyebut pembayaran pokok utang pemerintah dinilai tidak wajar.

Pantauan TribunJakarta.com, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu menanggapi pernyataan Sri Mulyani itu, pada Kamis (23/8/2018).

Ia bahkan dengan tegas menyebut Sri Mulyani melupakan sesuatu.

Zulkifli Hasan bahkan membongkar sebuah fakta.

Bagaimana kisah selengkapnya? Mari kita simak.

Zulfkli Hasa mengatakan Sri Mulyani selalu mengatakan utang negara adalah warisan masa kepemerintahan sebelum Joko Widodo.

Pernyataan tersebut menurut Zulkifli Hasan merujuk kepada periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.

Di periode SBY, Zulkifli Hasan mengatakan kala itu dirinya menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

TONTON JUGA

Pidato Zulkifli Hasan Dianggap Menyesatkan, Sri Mulyani: Cerdaskan Rakyat Berbasis Informasi Akurat.

Pidato Zulkifli Hasan Bawa Emak-emak Kritik Ekonomi Era Presiden Jokowi, Pendukung Anggap Genit

"Ibu Sri Mulyani juga selalu mengungkit bahwa utang adalah warisan masa lalu, khususnya ketika saya menjabat Menteri Kehutanan periode Pak SBY," tulis Zukifli Hasan dikutip TribunJakarta.com, pada Kamis (23/8/2018).

Hal itu disampaikan Zulkifli Hasan melalui media sosial Twitternya.

Zulkifli Hasan lantas merasa Sri Mulyani melupakan sesuatu.

Pasalnya pada periode SBY, Sri Mulyani lah yang menjabat sebagai Menteri Keungan.

"Saya rasa, Ibu Sri Mulyani LUPA bahwa Ibu adalah juga Menteri Keuangan di periode Pak SBY. Sekali lagi, MENTERI KEUANGAN," tulis Zulkifli Hasan.

Menurut Zulkifli Hasan dirinya yang kala periode SBY menjabat sebagai Menteri Kehutanan tak bisa ikut campur soal kebijakan utang negara.

Pidato Zulkifli Hasan Tuai Kritik: Dianggap Genit dan Bermuatan Kampanye

Zulkifli Hasan Sapa Cak Imin dengan Sebutan Cawapres saat Sidang Tahunan MPR

"Saat itu Saya sebagai Menteri Kehutanan jelas tak bisa mengambil kebijakan tentang hutang," tulis Zulkifli Hasan.

Zulkifli Hasan mengatakan Sri Mulyani yang kala itu telah menjabat sebagai Menteri Keuangan tentunya memiliki kewenangan soal utang.

"Tapi Ibu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan jelas punya kewenangan memutuskan berapa banyak kita berhutang & berapa bunganya," tulis Zulkifli Hasan.

Ia lantas menanyakan sikap Sri Mulyani yang kerap menyebut utang negara adalah warisan periode SBY.

"Kenapa sekarang salahkan periode sebelumnya? #JawabBenar," tulis Zulkifli Hasan.

Diberitakan sebelumnya pidato Ketua MPR RI Zulkifli Hasan pada sidang tahunan MPR RI di Gedung Parlemen, 16 Agustus 2018 lalu, ditanggapi Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Topik pidato Zulkifli yang direspons yakni soal rasio utang Indonesia yang dinilai tidak aman.

Respons Sri Mulyani secara khusus diungkapkan melalui akun Facebook resmi Sri Mulyani Indarwati, Senin (20/8/2018) pagi.

Berikut kutipan lengkap Sri :

Tanggapan atas Pernyataan Ketua MPR “Pembayaran Pokok Utang Pemerintah Tidak Wajar”.

Ketua MPR dalam pidato sidang tahunan MPR 16 Agustus 2018 menyampaikan bahwa besar pembayaran pokok utang pemerintah yang jatuh tempo tahun 2018 sebesar Rp 400 triliun yang 7 kali lebih besar dari Dana Desa dan 6 kali lebih besar dari anggaran kesehatan adalah tidak wajar.

Pernyataan tersebut selain bermuatan politis, juga menyesatkan.

Berikut penjelasannya:

1. Pembayaran pokok utang tahun 2018 sebesar Rp 396 triliun, dihitung berdasarkan posisi utang per akhir Desember 2017.

Dari jumlah tersebut 44 persen adalah utang yang dibuat pada periode sebelum 2015 (sebelum Presiden Jokowi).

Ketua MPR saat ini adalah bagian dari kabinet saat itu.

Sementara itu, 31,5 persen pembayaran pokok utang adalah untuk instrumen SPN/SPN-S yang bertenor di bawah satu tahun yang merupakan instrumen untuk mengelola arus kas (cash management).

Pembayaran utang saat ini adalah kewajiban yang harus dipenuhi dari utang masa lalu, mengapa baru sekarang diributkan?

Sri Mulyani Tidak Bantah Argumen Sandiaga Uno Terkait Pelemahan Rupiah Karena Impor

Sri Mulyani: Semua Petugas Bandara Harus Bisa Bahasa Inggris

2. Karena Ketua MPR menggunakan perbandingan, mari kita bandingkan jumlah pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan dan anggaran Dana Desa.

Jumlah pembayaran pokok utang Indonesia tahun 2009 adalah Rp 117,1 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 25,6 triliun.

Jadi perbandingan pembayaran pokok utang dan anggaran kesehatan adalah 4,57 kali lipat.

Pada tahun 2018, pembayaran pokok utang adalah Rp 396 triliun, sedangkan anggaran kesehatan adalah Rp 107,4 triliun, atau perbandingannya turun 3,68 kali.

Artinya rasio yang baru ini sudah menurun dalam 9 tahun sebesar 19,4 persen.

Bahkan tahun 2019 anggaran kesehatan meningkat menjadi Rp 122 triliun atau sebesar 4,77 kali anggaran tahun 2009, dan rasionya mengalami penurunan jauh lebih besar lagi, yakni 26,7 persen.

Di sini anggaran kesehatan tidak hanya yang dialokasikan ke Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk program peningkatan kesehatan masyarakat lainnya, termasuk DAK Kesehatan dan Keluarga Berencana.

Mengapa pada saat Ketua MPR ada di kabinet dulu tidak pernah menyampaikan kekhawatiran kewajaran perbandingan pembayaran pokok utang dengan anggaran kesehatan, padahal rasionya lebih tinggi dari sekarang?

Jadi ukuran kewajaran yang disebut Ketua MPR sebenarnya apa?

Kenaikan anggaran kesehatan hingga lebih 4 kali lipat dari 2009 ke 2018 menunjukkan pemerintah Presiden Jokowi sangat memperhatikan dan memprioritaskan pada perbaikan kualitas sumber daya manusia.

Sri Mulyani Tinjau Bandara Soekarno-Hatta Sambut Asian Games 2018: Semua Harus Bisa Bahasa Inggris

Foto Bareng Menteri Keuangan Sri Mulyani, Tasya Kamila Rupanya Punya Panggilan Khusus

3. Ketua MPR juga membandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa.

Karena dana desa baru dimulai tahun 2015, jadi sebaiknya kita bandingkan pembayaran pokok utang dengan dana desa tahun 2015 yang besarnya 10,9 kali lipat.

Pada tahun 2018 rasio menurun 39,3 persen menjadi 6,6 kali, bahkan di tahun 2019 menurun lagi hampir setengahnya menjadi 5,7 kali.

Artinya kenaikan dana desa jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan pembayaran pokok utang. Lagi-lagi tidak ada bukti dan ukuran mengenai kewajaran yang disebut Ketua MPR.

Jadi arahnya adalah menurun tajam, bukankah ini arah perbaikan?

Mengapa membuat pernyataan ke rakyat di mimbar terhormat tanpa memberikan konteks yang benar?

Bukankah tanggung jawab pemimpin negeri ini adalah memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat dengan memberikan data dan konteks yang benar.

4. Pemerintah terus melakukan pengelolaan utang dengan sangat hati-hati (pruden) dan terukur (akuntabel).

Defisit APBN selalu dijaga di bawah 3 persen per PDB sesuai batas UU Keuangan Negara.

Defisit APBN terus dijaga dari 2,59 persen per PDB tahun 2015, menjadi 2,49 persen tahun 2016, dan 2,51 persen tahun 2017.

Dan tahun 2018 diperkirakan 2,12 persen, serta tahun 2019 sesuai Pidato Presiden di depan DPR akan menurun menjadi 1,84 persen.

Ini bukti tak terbantahkan bahwa pemerintah berhati-hati dan terus menjaga risiko keuangan negara secara profesional dan kredibel.

Ini karena yang kami pertaruhkan adalah perekonomian dan kesejahteraan serta keselamatan rakyat Indonesia.

Zulkifli Hasan Tanya Sumber THR, Sri Mulyani: Anggarannya Sudah Dibahas dengan Dewan Sejak 2017

Sri Mulyani Pastikan Gaji Pengarah BPIP Sudah Sesuai Kajian: Beban Kerja Mereka Cukup Berat

5. Defisit keseimbangan primer juga diupayakan menurun dan menuju ke arah surplus.

Tahun 2015 defisit keseimbangan primer Rp 142,5 triliun, menurun menjadi Rp 129,3 triliun (2017) dan tahun 2018 menurun lagi menjadi defisit Rp 64,8 triliun (outlook APBN 2018).

Tahun 2019 direncanakan defisit keseimbangan primer menurun lagi menjadi hanya Rp 21,74 triliun.

Sekali lagi menunjukkan bukti kehati-hatian pemerintah dalam menjaga keuangan negara menghadapi situasi global yang sedang bergejolak.

Apakah ini bukti ketidak-wajaran atau justru malah makin wajar dan hati-hati?

6. Selama tahun 2015-2018, pertumbuhan pembiayaan APBN melalui utang justru negatif, artinya penambahan utang terus diupayakan menurun seiring dengan menguatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak.

Bila tahun 2015 pertumbuhan pembiayaan utang adalah 49 persen (karena pemerintah melakukan pengamanan ekonomi dari tekanan jatuhnya harga minyak dan komoditas lainnya), tahun 2018 pertumbuhan pembiayaan utang justru menjadi negatif 9,7 persen!

Ini karena pemerintah bersungguh-sungguh untuk terus meningkatkan kemampuan APBN yang mandiri.

Ini juga bukti lain bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam mengelola APBN dan kebijakan utang.

Hasilnya? Pemerintah mendapat perbaikan rating menjadi “investment grade” dari semua lembaga pemeringkat dunia sejak 2016.

Jadi siapa yang lebih berkompeten menilai kebijakan fiskal dan utang pemerintah wajar atau tidak?

7. APBN adalah instrumen untuk mencapai cita-cita bernegara untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur serta makin mandiri.

Komitmen dan kredibilitas pengelolan APBN ini sudah teruji oleh rekam jejak pemerintah selama ini.

Mari cerdaskan rakyat dengan politik yang berbasis informasi yang benar dan akurat.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved