Remaja Pelempar Parang saat Tawuran Dituntut 5 Tahun Penjara, Pengamat Hukum Komentar Begini

Jaksa menuntut FF (18), terdakwa kasus pembunuhan Ahmad Fauzan, lima tahun hukuman penjara di Pengadilan Negeri Tangerang.

Penulis: Ega Alfreda | Editor: Y Gustaman
TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA
Terdakwa FF menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Tangerang, Senin (10/9/2018). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega alfreda

TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Jaksa menuntut FF (18), terdakwa kasus pembunuhan Ahmad Fauzan, lima tahun hukuman penjara di Pengadilan Negeri Tangerang.

Ahmad Fauzan meninggal setelah beberapa hari dirawat setelah terlibat tawuran yang melibatkan pelajar SMK Bhipuri Serpong dan SMK Sasmita sekira satu bulan lalu.

Korban tertusuk parang di wajahnya oleh terdakwa FF.

Tuntutan untuk terdakwa FF yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas itu menuai berbagai pendapat pengamat seperti Suhendar.

Pengamat hukum dari Universitas Pamulang ini mengatakan dalam proses hukum yang telah dilalui FF, masih banyak yang harus dipertanyakan lagi.

Menurut dia Tangerang Selatan belum menjadi kota yang layak anak.

"Proses hukum masih belum jelas mengingat terdakwa masih 18 tahun, dan masih banyak tawuran di wilayah Tangerang Selatan. Sesungguhnya Tangsel sangat tidak pantas untuk disebut kota layak anak," ujar Suhendar di Tangerang, Senin (10/9/2018).

Sidang terhadap anak di bawah umur perlu pendampingan dari lembaga hukum dan tidak bisa disamakan dengan sidang reguler.

Proses pidana terhadap anak, kata dia, sebagaimana yang sudah diatur dalam proses pidana khusus, yaitu UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak.

"Dalam proses hukumnya harus benar-benar menjamin haknya sebagai anak yang belum dewasa terpenuhi, seperti misalnya dalam setiap tingkat pemeriksaan, baik di penyidikan, penuntutan dan persidangan wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai ketentuan, serta hak-hak lainnya," papar Suhendar.

Bila syarat-syarat di atas belum terpenuhi, maka sidang terhadap anak-anak pun dinilai tidak layak.

"Jika tidak dipenuhi hak-hak tersebut, maka proses hukum itu juga tidak dapat dibenarkan sekalipun atas nama penegakan hukum," sambung Suhendar.

Terlepas dari situ, Suhendar menyinggung perihal instansi terkait yang seharusnya menanggulangi pecahnya kasus tawuran di Tangerang Selatan, terutama kepolisian.

Dia menanyakan keberadaan polisi atas pecahnya tawuran hingga merenggut nyawa seorang pelajar itu.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved