Sakit Gigi, Kepala Sekolah SDN Tolak Berkomentar Soal Oknum Guru yang Cabuli 13 Murid
"Enggak, enggak. Saya lagi enggak enak badan. Lagi sakit gigi dan meriang," singkat Ade di PN Depok, Selasa (9/10/2018).
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM,SUKMAJAYA - Dua saksi dari pihak SDN tempat terdakwa Waliarahman (24) mengajar dan melakukan kekerasan seksual terhadap 13 murid laki-lakinya menolak berkomentar terkait sidang lanjutan yang beragendakan keterangan saksi.
Kepala Sekolah, Ade enggan berkomentar karena alasan sedang sakit gigi dan pusing saat menjadi saksi dalam sidang tertutup yang berlangsung di ruang sidang III Pengadilan Negeri (PN) Depok.
"Enggak, enggak. Saya lagi enggak enak badan. Lagi sakit gigi dan meriang," singkat Ade di PN Depok, Selasa (9/10/2018).
Seperti Ade, Yusup yang saat kasus kekerasan seksual Waliarahman ditangani Unit PPA Polresta Depok menjabat sebagai Wali Kelas VI juga menolak berkomentar.
Yusup mengaku kini menjabat sebagai operator sekolah menolak berkomentar meski sebelum menjadi tersangka Waliarahman telah dianggap pihak sekolah dan mengakui perbuatannya.
Meski korban kekerasan seksual Waliarahman didominasi murid kelas VI, Yusup enggan menyebut bekas rekan kerjanya itu berskala atau tidak.
"Tanya ke yang lain saja, yang jadi saksi juga. Yang nentuin bersalah atau enggak kan hakim," ujar Yusup.
Meski irit bicara, guru agama SDN tempat Waliarahman mengajar, Dadang menyebut perbuatan bekas guru bahasa Inggris itu bersalah.
Tanpa mengatakan berapa hukuman yang pantas, Dadang menuturkan Waliarahman layak dihukum atas perbuatannya.
"Kalau berapa hukumannya saya enggak tahu. Tapi ya dia salah, ada sanksiya, ya dihukum. Tadi pas jadi saksi ditanya puluhan pertanyaan sama hakim. Ditanya saya kenal atau enggak sama dia," tutur Dadang.
Sebagai informasi, Waliarahman yang merupakan guru bahasa Inggris di satu SDN terkemuka di Depok melakukan kekerasan seksual terhadap 13 murid laki-lakinya.
Dia mengancam murid yang menolak kemauannya akan mendapat nilai jelek di mata pelajaran Bahasa Inggris.
Tindak kekerasan seksual itu dilakukan Waliarahman lebih dari satu kali ke beberapa korbannya sejak tahun 2016 hingga pertengahan Juni 2018.
Aksinya terungkap saat sejumlah orangtua korban melaporkan kasus yang menimpa anak mereka ke Unit PPA Polresta Depok pada (6/6).
Setelah menjadi tersangka, Waliarahman mengaku pernah menjadi korban kekerasan seksual semasa kecil.
Kepada korbannya, dia berpesan agar mereka memberitahukan kepada orangtua tentang kekerasan seksual yang menimpanya.
"Untuk anak-anak, ketika kamu menjadi korban seperti saya segera sampaikan ke orangtua kalian. Jangan sampai kalian tidak menyampaikan ke orangtua karena rasa malu, atau rasa takut, suatu saat kalian yang menjadi pelaku seperti saya," kata Waliarahman (8/6).
• DPRD Kota Bekasi Soroti Praktik Prostitusi dan Peredaran Narkoba di Apartemen
• Cegah Rabies, Pemkot Jakarta Selatan Vaksinasi 32 Hewan Penular Rabies
• Warga Berhamburan Keluar Rumah dan Lihat Pusaran Saat Angin Kencang Landa Semper Barat
Waliarahman dijerat pasal 82 Ayat (2) UU RI No.35 Tahun 2014 perubahan atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.