Polah Pengamen Kota Tua: Bikin Risih Dibiarkan, Tampil Menghibur Justru Dipertanyakan
Kelompok pengamen kreatif mendapat perlakuan tak adil ketika mengamen di kawasan Kota Tua, berbanding terbalik dengan pengamen lain yang memaksa.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, TAMANSARI - Bila Yogyakarta punya Malioboro, Jakarta punya kawasan Kota Tua.
Analogi itu dilontarkan para seniman jalanan yang berkumpul di balik bangunan gedung yang menyimpan sejarah Kota Jakarta di kawasan Kota Tua.
Akhir pekan menjadi waktu favorit bagi mereka. Jumlah seniman jalanan lebih banyak dibanding hari biasa, seperti terlihat Minggu (21/10/2018).
Mereka memanfaatkan membludaknya wisatawan yang menghabiskan waktu akhir pekannya di tempat ini.
Selain para pelukis atau pembuat tato yang berkumpul di sepanjang jalan menuju Taman Fatahillah, para pengamen jalanan mudah dijumpai.
Bermodalkan alat musik yang mereka bawa, utamanya gitar, mereka berusaha mencari rezeki dari kantong para pengunjung yang datang berwisata ke tempat ini.
Alih-alih menghibur, banyak para pengamen justru membuat risih.
Meski tidak memaksa untuk meminta uang, namun mayoritas tak mau pergi bila belum diberi uang.
Pengamen yang model begini, biasanya membawa gitar dan botol plastik untuk tempat menaruh uang.
Kemampuan suara mereka bisa dibilang pas-pasan. Belum lagi mereka menyanyi terkesan ogah-ogahan.
"Minta rezekinya sedikit ya mas, semoga nanti dilancarkan rezekinya, kita minta sedikit saja," kata pengamen berharap mendapat uang dari pengunjung.
Kedatangan satu pengamen dengan pengamen lainnya tak lama. Tak sampai lima menit, pengunjung sudah didatangi pengamen lainnya.
Di antara para pengamen-pengamen semacam itu, ada satu pengamen jalanan yang cukup menghibur.
Berada di trotoar jalan antara Kali Besar dan pintu masuk menuju Taman Fatahillah, penampilan mereka seperti 'magnet' yang menarik perhatian para pengunjung.