Pilpres 2019
Sahroni Nilai Bawaslu DKI Jakarta Tak Maksimal Tangani Pelanggaran Videotron Jokowi-Maruf Amin
Sahroni menyatakan putusan Bawaslu DKI Jakarta tidak sepenuhnya sesuai yang diharapkan. Ia menilai kinerja Bawaslu tak maksimal di kasus videotron.
Penulis: Gerald Leonardo Agustino | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Gerald Leonardo Agustino
TRIBUNJAKARTA.COM, TANJUNG PRIOK - Wiraswasta Sahroni enggan menyatakan dirinya puas atau tidak atas putusan Bawaslu DKI Jakarta terkait laporan pelanggaran videotron Jokowi-Maruf Amin.
Terlepas dari hal itu, Sahroni menyatakan bahwa putusan Bawaslu DKI Jakarta tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang diharapkan.
"Kalau puas itu melihat puasnya adalah telah dinyatakan bersalah, dibilang tidak puas karena melihat kewenangan dan peran Bawaslu tidak dijalankan," katanya Sahroni selepas persidangan, Jumat (26/10/2018).
Sahroni menyayangkan waktu persidangan yang sempat beberapa kali ditunda lantaran pihak terlapor, yakni paslon nomor urut 01 Jokowi-Maruf Amin, tidak hadir.
Begitu pula perwakilan terlapor yang tidak menyertakan surat kuasa langsung dari Jokowi-Maruf dalam persidangan.
"Jadi sidang ini waktunya dihabiskan dengan terus memberikan kesempatan kepada terlapor akhirnya kerjanya tidak maksimal dan (waktunya habis) sehingga tidak dilakukan penggalian kepada pihak terkait lainnya," kata Sahroni.
Sahroni juga menilai bahwa Bawaslu salah memanggil pihak terkait penayangan videotron.
Bukannya memanggil Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta, Bawaslu malah memanggil Dinas Kominfo terkait penayangan videotron.
Padahal, Dinas Penanaman Modal dan PTSP adalah instansi yang bertanggung jawab soal izin penayangan videotron di wilayah DKI Jakarta.
Terlebih dalam putusan, Bawaslu tidak meminta Dinas Penanaman Modal dan PTSP DKI Jakarta untuk menelusuri siapa pemasanh videotron, melainkan hanya meminta instansi itu untuk menghentikan penayangan.
"Ya karena dia (Bawaslu) sendiri tidak berusaha untuk memanggil pihak-pihak yang berkompeten, buktinya yang dipanggil yang pertama Dinas Kominfo, kan salah kamar, artinya pengetahuan ke sana kan kurang, setidak-tidaknya dia (yang dipanggil) itu harus punya pengetahuan siapa yang bertanggung jawab, jadi bukan Kominfonya," kata Sahroni.
Sahroni meminta agar ke depannya peserta pemilu berlaku arif, jujur, dan bertanggung jawab dalam melaksanakan aktivitas pemilu.
"Dengan kejujuran akan menghadirkan pemilu yang akuntabel, pemilu yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari sumbernya, baik input maupun outputnya bagaimana. Hal ini penting untuk generasi yang akan datang. Saya berharap terhadap putusan ini sebagai pengingat kepada kita semua khususnya kontestan bahwa aturan pemilu wajib ditaati," kata Sahroni.
Sidang putusan hari ini merupakan agenda sidang keempat sekaligus terakhir setelah gelaran pertamanya pada Senin (22/10/2018) lalu, setelah sempat ditunda empat kali sejak Selasa (16/10/2018).
Dalam pembacaan amar putusan, Ketua Majelis Sidang, Puadi, membacakan tiga poin putusan.
Tiga poin putusan yang dibacakan berisi penerimaan laporan, pernyataan bahwa videotron melanggar aturan sesuai SK KPU nomor 175 tentang Lokasi Pemasangan Alat Peraga Kampanye di DKI Jakarta dalam Pemilu 2019, dan perintah untuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu untuk menghentikan penayangan videotron.
Sekedar informasi, Sahroni melaporkan pasangan calon 01 Joko Widodo-Maruf Amin ke Bawaslu pada 2 Oktober 2018 lalu terkait dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan paslon Jokowi-Maruf Amin.
• Putuskan Videotron Langgar Aturan, Bawaslu Tak Tegur Jokowi-Maruf
• Sidang Putusan Videotron Jokowi-Maruf Amin, Ini 3 Poin Putusan Bawaslu DKI Jakarta
• Putusan Sidang Videotron Jokowi-Maruf Akan Dibacakan, Kantor Bawaslu DKI Jakarta Diserbu Awak Media
Sahroni melaporkan bahwa ada alat peraga kampanye berupa videotron yang ditayangkan di lokasi terlarang sesuai SK KPU nomor 175.
Videotron tersebut diduga melanggar aturan kampanye seperti tertulis di dalam SK KPU nomo 175 yang melarang pemasangan alat peraga kampanye (termasuk videotron) di 23 titik jalan protokol.