Komunitas Musik Sound of Suropati, Bersatu dari Hobi hingga Tolak Tawaran Orang-orang Politik
Bagi para pengunjung Taman Suropati, tampaknya tak asing jika mendengar kelompok musik ini yang kerap bernyanyi setiap hari
Penulis: Erlina Fury Santika | Editor: Erik Sinaga
Soal uang jamming itu, pihaknya menyediakan kotak khusus untuk menampung uang dari penonton.
Uang tersebut nantinya digunakan untuk mengurus alat musik mereka, sehingga tak bergantung pada uang pribadi para anggotanya.
Allend membocorkan, tiap satu kali ngamen, timnya mendapatkan sedikitnya Rp 500 ribu.
Mantan fotografer itu mengaku komunitasnya tak menjadikan uang sebagai tujuan utama dalam mengamen.
"Sebenarnya enggak mikirin banget ngamen (duit). Lebih ke nyalurin hobi. Paling kita butuh dana itu cuma buat bayar tempat untuk taruh alat, karena kita kan enggak di rumah taruh alatnya. Tempat atau basecampnya di Menteng Wadas Selatan," ungkap Allend.
"Uang ngamen itu habisnya cuma buat itu, bukan buat personalnya. Selain itu buat transport kita aja. Dan kalau misalnya ada kebutuhan teknis seperti beli bensin buat jenset, atau jenset rusak ya kita benerin," imbuhnya.
Allend menambahkan, rekan-rekannya tak ada yang menjadikan sesi jamming itu sebagai sumber penghasilan utama.
Berhadapan dengan pengurus dan aparat
Saat sesi wawancara berlangsung, lampu sorot, sound system sudah terpasang dengan baik.
Para penampil pun sudah siap memulai satu lagu. Pengunjung sudah terlihat merapat ke depan 'panggung'.
"Ini pasang alat harus izin terlebih dahulu?" tanya TribunJakarta.com kepada Allend.
"Harus izin. Dulu kita udah pernah izin, sekarang belum diperbaharui aja izinnya. Karena ganti pemerintahan ganti lagi kebijakannya. Cuma beruntungnya kita, ya enggak ada yang permasalahin banget," jawab Allend.
Allend mengaku, pelaksanaan jamming itu sempat bermasalah. Acaranya pernah dibubarkan oleh aparat kepolisian di sekitar taman tersebut.
"Yang bermasalah itu kalau taman ini sudah terlalu ramai. Kita enggak pernah bisa menghadang pengunjungnya kan. Pengunjung bisa siapa saja. Kalau sudah rame pernah sekali kita dibubarin. Itu bukan karena acara jammingnya, tapi pengunjungnya," terang pria spesialis sound ini.
"Efek ramainya pengunjung, kendaraan menumpuk di pinggir lapangan. Itu kan enggak boleh parkir sembarangan. Akhirnya ya paling suruh dipindahin kendaraannya," ujarnya menambahkan.
Allend mengaku, penertiban itu dilakukan karena Taman Suropati dikelilingi oleh kediaman para pejabat.
"Daerah kita ring satu kan, ada rumah Gubernur, rumah Kedubes. Kita enggak nutup mata lah sama hal-hal kayak gitu," ujar Allend.
Ditawari acara oleh orang politik
Selain diundang ke acara di kafe-kafe atau berkolaborasi dengan komunitas lain, Allend mengaku Sound of Suropati pernah hampir digaet orang-orang politik.
Namun dengan tegas ia dan kawan-kawan menolaknya.
"Kebetulan dari teman-teman, kalau bawa nama kami, kami enggak mau. Tapi kalau teman-teman mau nyanyi buat mereka silakan, secara personal saja," kata Allend.
Tawaran dari orang politik itu rupanya tak sekali mereka dapatkan.
"Dari sebelum saya ngurus juga, katanya sudah sering. Syukurnya, teman-teman masih sepaham soal urusan politik itu. 'Partai A punya acara, kalian mau main silakan'," ungkapnya menirukan pesan kepada teman-temannya.
Padahal, beberapa personel di komunitas tersebut ada juga yang menjabat sebagai politikus.
"Kita juga punya teman yang ada di partai. Dan mereka mengerti itu," terangnya.
"Kadang teman-teman yang di partai suka ngajakin. 'Mau enggak?' ya bercandaan aja. Pakai nanya, padahal mereka sudah tahu," tutupnya sambil tertawa. (TribunJakarta.com/Erlina F Santika)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/penampilan-komunitas-musik-sound-of-suropati-sabtu-15122018.jpg)